berita

Source: http://www.amronbadriza.com/2012/07/cara-membuat-judul-blog-bergerak.html#ixzz2HGOAa7ZG

Jumat, 05 November 2010

OTONOMI KUSUS: PASAR TRADISIONAL BELUM DIGARAP

Kemiskinan orang papua tidak datang sedirinya tetapi manusia papuala yang memintanya

Diberikannya otonomi khusus bagi setiap daerah membawa dapak positif mapun negative diberbagai aspek. Salah satu aspek fital yang harus dikelola secara baik oleh pemerintah daerah adalah dibidang ekonomi. Namun kenyataanya beberapa daerah otonomi di wilayah kesatuan republik Indonesia dinilai tidak membuat upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayahnya, malah berupaya menyedot hasil upaya dari aktifitas ekonomi itu sendiri.
Demikina hasil penelitian Neil McCulloch dari institute of Development Study (IDS) dari universitas Sussex, inggiris, bekerja sama dengan komite pemantauan pelaksanaan otonomi daerah (KPPOD) serta AusAID. Hasil penelitian yang berjudul tata kelola ekonomi daerah, investasi, dan pertumbuhan ekonomi daerah ini dipaparkan di Jakarta (kompas,jumat 29 oktober 2010). Lebih lanjud dijelaskan bahwa penelitian ini dilakukan di 266 kabupaten dan kota pada 16 provinsi dengan mengambil sampel 50 perusahan di setiap kabupaten dan kota. Sampel yang diambil dari perusahan kecil, menengah dan besar kemudian dikombinasikan denga data perekonomian pada tahun 2001 sampai 2008.
Hal ini terbukti bahwa kebijakan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten di bidang ekonomi sangat disayangkan. Dengan demikian masyarakat setempat juga melarat. Memang dengan pertumbuhan ekonomi daerah sangat penting dalam tingkatan kesejahteraan rakyatnya. Maka melihat penelitain tersebut pemerintah daerah bisa mengambil langkah yang optimal untuk melakukan terobosan di bidang ekonomi kerakyatan yang bersumber pada kepentingan dan kemakmuran masyarakat. Tidak pada kepentingan korporat tertentu. Salah satu langka terpenting yang harus dibangun secepatnya adalah menciptakan terobosan di bidang pasar tradisional sehingga mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat pribumi.

Pengembangan dan kreatifitas adalah modal utama terselenggarakannya otonomi daerah. Dimana daerah memiliki peranan penting untuk mengambil kebijakan yang sesuai dengan kondisi dan lingkungan sekitarnya sehingga mampu menjadi sogok pengerak pemngembangan pembangunan di bidang ekonomi. Terutama mengerakan di bidang ekonomi mikro, agar masyarakat setempat bisa mengakses sejumlah hasil budidaya mereka. Masyarakat sangat dinanti-nantikan disediakannya sejumlah fasilitas yang layak baginya untuk bisa mengeksplour hasil usaha mereka. Ketika hasil usaha mereka dipanen, salah satu kendala untuk menjual adalah tempat jual (pasar). Ketidaktersediaan sejumlah fasilitas pasar (bangku,meja, lantai belum di aspal) ini sangat disayangkan bagi masyarakat setempat. Maka hak mereka untuk menjual hasil bumi mereka tidak tersalur untuk dipasarkan. Padahal untuk memenuhi kebutuhan pokok harus di penuhi oleh masyarakat stempat. Sehingga terjadi kelaparan diatas tanahnya sendiri.
Pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten sebaiknya bisa mempertimbangkan untuk pengadaan pasar tradisional. Ketika pemerintah daerah mendorong untuk segera dibangunkannya pasar tradisional, otomatis kebebasan dalam berbisnis local dapat hidup. Dimana disana mampu mengelola manajemen pasar local dengan baik. Dengan demikian masyarakat local mampu mentransformasikan dirinya di bidang bisnis. Dengan berbisnis masyarakat mampu memerdekakan diri dari kererbelakangan, penindasan korporasi-korporasi pemerintah dan maupun swasta, dan bisa menegetahui betapa hindanya berwirausaha. Berwirausaha dianggap momok bagi masyarakat local papua karena belum ada pendampingan secara menyeluruh. Selain pendampingan perluh ada seminar-seminar menyangkut berwirusaha bagi masyarakat sehingga mampu membangkitkan motifasi dan dorongan berwirausaha. Ketidaktauan berwirausaha bagi masyarakat local papua memang sangat disayangkan karena dasar berwirausaha belum terbentuk. Oleh sebab itu, pengusaha-pengusaha masyarakat asli papua kadang tersendat karena besik untuk berwirusaha belum dimiliki.
Pasar tradisonal merupakan pasar dimana seluruh barang atau jasa local maupun barang nasional dijual dalm konteks (model) tradisional. Bentuk bangunan, mapun tata cara penjualan dengan konteks daerah, dimana disana menjual berbagai jenis sayuran dan maupun umbi-umbian. Dimisalkan daerah pegunungan bintang memiliki berbagai bahan pangan local diantaranya om mutop (keladi bete), om menadu (keladi menado),boneng (ubi jalar/patatas),singkong, dan berbagai sayur-sayuran local yang mampu menambah gisi. Semua jenis bahan pangan ini bisa diakses dan dapat dikelola secara baik sehingga dapat memaksimalkan pengelolaannya secara ekonomis. Selain itu bisa dieksplour dan dikelola secara modern dengan bantuan mesin sehingga dapat mengkonsumsi oleh masyarakat dunia. Pasar ini dikhususkan bagi masyarakat local papua untuk bersinergi dalam berwirausaha dengan pasar modern sehingga disana mampu menumbuhkan benih-benih berwirausaha. Dengan berkembangnya korporasi-korporasi pemerintah dan maupun swasta di seluruh dunia yang mengakibatkan pasar local akan melarat. Maka pemerintah daerah sebagai pondasi kebijakan dapat melihat secara global dan bertindak secara positif, sehingga dapat mengakomodir seluruh karya dan hasil dapat disalurkan lebih khusus di pasar tradisional dan pasar modern.(Frans/co Administrator Website KOMAPO)

OTONOMI SEKOLAH: PENDIDIKAN BERBASIS KBUDAYAAN BELUM TERWUJUD



Diberikannya otonomi daerah bagi provinsi Papua oleh pemerintah pusat,menjadi tanggungjawab penuh untuk menyusun rumah tangga daerah oleh pemerintah daerah setempat. Termasuk kebijakan otomi sekolah. Otonomi sekolah menjadi kebebasan yang seluas-luasnya bagi pengelola sekolah (keluarga sekolah) yang meliputi kepala sekolah, guru,siswa, masyarakat secara umum untuk membuat sesuatu yang bisa mendukung terciptanya proses belajar mengajar, dan lebih khusus bagaimana selayaknya dicita-citakan oleh bangsa indonesia. Dimana sekolah sebagai tanggungjawab penuh untuk menyusun segala sesuatu yang bisa mendukung dalam perkembangan sekolah ke depan. Dengan tidak melanggar aturan dan ketentuan yang ditetapkan dari pusat, karena setiap pergantian mentri pendidikan pasti ada perubahan kurikulum pendidikan dan perubahan UUD (aturan).
Maka sekolah sebagai basis belajar dari segala aspek mampu melakukan terobosan yang baik sesuai dengan perkembangan pendidikan dewasa ini. Sangat baik untuk dikembangkan dengan adanya kebebasan dalam mengelola manajemen sekolah. Kepala sekolah maupun guru mampu mengembangkan kemampuannya. Dengan kemampuannya yang dimiliki oleh seorang guru dalam mentransfer ilmu pengetahuan, sesuai dengan situasi dan kondisi perkembangan anak didik. Perkembangan pendidikan dunia dewasa ini menjadi kendala bagi setiap daerah. Dengan melihat pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi pemerintah pusat sebagai pengendali kebijakan (sentralisasi) memberikan kewenangan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Pemberian kewenangan (desentralisasi) menjadi kebebasan untuk membuat program pendidikan sekolah. Desentralisasi pendidikan di tingkat satuan pendidikan (sekolah) merupakan satu bentuk desentralisasi yang menuntut otonomi sekolah.
Dengan demikian saya mencoba mengutip beberapa poin penting mengenai otomi sekolah itu sendiri dari berbagai artikel yang dimuat oleh para ahli pendidikan. Beberapa urusan yang secara langsung dapat diserahkan kepada sekolah sebagai perwujudan dari otonomi sekolah adalah sebagai berikut: Pertama, menetapkan visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan  tata tertib sekolah. Urusan ini amat penting sebagai modal dasar yang harus dimiliki sekolah. Setiap sekolah seyogyanya telah dapat  menyusun dan  menetapkan sendiri visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan  tata tertib sekolah. Kedua, memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai dengan ruang kelas yang tersedia, fasilitas yang ada, jumlah guru, dan  tenaga administratif yang dimiliki. Berdasarkan sumber daya pendukung yang dimilikinya, sekolah secara bertanggung jawab harus dapat  menentukan sendiri jumlah siswa yang akan diterima, syarat siswa yang akan diterima, dan  persyaratan lain yang terkait. Sudah barang tentu, beberapa ketentuan yang ditetapkan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota perlu mendapat kan pertimbangan secara bijak. Ketiga, menetapkan kegiatan intrakurikuler dan  ekstrakurikuler yang akan diadakan dan  dilaksanakan oleh sekolah. Dalam hal ini, dengan mempertimbangkan kepentingan daerah dan  masa depan lulusannya, sekolah perlu diberikan kewenangan untuk melaksanakan kurikulum nasional dengan kemungkinan menambah atau mengurangi muatan kurikulum.
Keempat, pengadaan sarana dan  prasarana pendidikan, termasuk buku pelajaran dapat diberikan kepada sekolah, dengan memperhatikan standar dan  ketentuan yang ada. Misalnya, buku murid tidak seenaknya diganti setiap tahun oleh sekolah, atau buku murid yang akan dibeli oleh sekolah adalah yang telah lulus penilaian, dsb. Pemilihan dan  pengadaan sarana dan  prasarana pendidikan di sekolah dapat  dilaksanakan oleh sekolah, dengan tetap mengacu kepada standar dan  pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atau Provinsi dan  kabupaten/kota. Kelima, penghapusan barang dan  jasa dapat  dilaksanakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah, provinsi, dan  kabupaten. Yang biasa terjadi justru, karena kewenangan penghapusan itu tidak jelas, barang dan  jasa yang ada di sekolah justru tidak pernah dihapuskan, meskipun ternyata barang dan  jasa itu sama sekali telah tidak berfungsi atau malah telah tidak ada barangnya. Keenam, proses pengajaran dan  pembelajaran. Ini merupakan kewenangan profesional sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan sekolah. Kepala sekolah dan  guru secara bersama?sama merancang proses pengajaran dan  pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan lancar dan  berhasil. Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan  menyenangkan direkomendasikan sebagai model pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh sekolah.




Pedidikan Berbasis Kebudayaan
Pendidikan berbasis kebudayaan kini terkikis dan semakin terkikis. Pendidikan Negara Indonesi saat ini telah degaradasi (kirisis) nilai-nilai hakiki. Para pemikir pendidikan zaman dulu mengharapakan bangsa Indonesia memiliki integiritas dan moralitas yang mampu mengimbangi (menumbuhkan) kekuatan-kekuatan teknologi. Tetapi keinginan itu dihiraukan oleh pemerintah (menteri pendidikan) sekarang ini. Pendidikan merupakan proses yang mulia untuk menyempurnakan nalar dan budi manusia. Oleh karena itu, pendidikan nasional sekarang ini harus menerapkan pendidikan berbasis kebudayaan.
Melalui pendidikan berbasis kebudayaan, menciptakan pemikir-pemikir kritis yang berlandaskan atau menguasai ilmu pengetahuan dan nilai moral. Pendidikan saat ini terkadang melupakan nilai-nilai moralitas yang menjadi asas kekuatan. “Memang fungsi pendidikan untuk menciptakan orang-orang pintar, tetapi sebenarnya lebih baik lagi jika mampu menciptakan orang-orang yang memiliki krakter” kata Doed Joesoef menteri pendidikan dan kebudayaan republic Indonesia pada era orde baru dalam sarasehan pendidikan dengan bertajuk “konsep pendidikan Indonesia berdaskan budaya serta penerapannya dilingkungan kelurga, sekolah, dan masyarakat” di Jakarta, (Kompas, 1 november 2010). Pendidikan kita mengarah pada system kebuadayaan pasti tidak akan tergoyah dengan kekuatan-kekuatan korporasi global yang mengutamakan kepentingan diri yang notabene dengan kekuatan financial.
Kita patut untuk mengapresiasi pejuang pendidikan, khususnya Ki Hadjar Dewantara, pendidikan utamanya adalah diharapakan bahwa pendidikan mengharapakan kepada anak-anak mengisi kemerdekaan, ketika terlepas dari penjajah belanda. Untuk mengisi kemerdekaan, perluh memiliki kekuatan-kekuatan baru. Kekuatan-kekuatan itu terjadi ketika kita belajar dengan berbasis budaya. Dimana disana diajarkan kekuatan-kekuatan tersebut, sehingga tidak tergoda dengan hal-hal yang bisa menerumuskan diri maupun banyak orang. Pendidikan keluarga juga sangat penting untuk menumbuhkan benih-benih pemimpin yang mengutamakan kebenaran. (Frans/co Administrator)