berita

Source: http://www.amronbadriza.com/2012/07/cara-membuat-judul-blog-bergerak.html#ixzz2HGOAa7ZG

Senin, 23 April 2012

Tak Ada Timbangan Pas di Dunia

“Sok ambil aja tambahannya berapa, takut kiloannya nggak pas…” kata Mang Ahen, penjual sayuran di pasar, waktu Kabayan membeli lima kilo kentang pesanan Ambu, mertuanya. Kabayan bingung, “Lah, kan sudah dikilo barusan, Mang…” kata Kabayan. Mang Ahen tersenyum, “Pan saya sudah bilang, takut kiloannya nggak pas, jadi ambil aja lebihannya, terserah Kang Kabayan…” jawabnya.

Kabayan lalu memilih lima buah kentang dan menambahkannya ke dalam tumpukan kentang yang baru dibelinya itu, tapi ia lalu bertanya lagi karena penasaran. “Kenapa nggak Mang Ahen saja yang nambahin, kalau saya ngambil tambahannya kebanyakan, apa nggak takut rugi, Mang?” tanyanya. Mang Ahen tersenyum lagi, “Justru saya takut yang beli rugi Kang, kentang itu kan nggak terlalu bersih, di kulitnya kan masih nempel tanah, batu, atau kotoran lain yang nambahin beratnya. Sementara Akang kan beli kentang, nggak beli kotorannya…” jawab Mang Ahen. “Lagian Kang, kata Ajengan (ulama, guru ngaji), mengurangi timbangan itu dosa, dan kekurangannya bisa mengurangi pahala kita di akhirat nanti. Sementara pahala saya kan belum tentu banyak, jadi gawat kalo harus dikurangi lagi gara-gara timbangan yang nggak pas…“ tambahnya.

“Lah bukannya ini timbangan yang sudah dibuat pas oleh pabriknya, terus kan biasanya pemerintah sering menguji timbangan di pasar, apa masih pas atau sudah ngaco…” kata Kabayan lagi. “Ya memang ada tera ulang timbangan,” jawab Mang Ahen, “Tapi apa mereka bisa benar-benar menjamin timbangannya ini bener-bener pas? Terus kalaupun timbangannya bener, kan barang yang ditimbangnya tidak bisa saya jamin bersih dari tambahan lain yang tidak dibeli oleh pelanggan saya, kayak tanah di kentang, daun di wortel, kutu di beras, dan macem-macem…” sambungnya. “Lagian, kalo misalnya pemerintah yang menguji timbangan saya salah, atau jualan saya masih kotor, apa dosanya buat pemerintah atau petani yang menjualnya? Kan belum tentu. Jadi daripada dosanya ditanggung saya, mendingan pelanggan yang mengambil haknya…”

Kabayan bengong, “Apa nggak takut rugi Mang?” tanyanya lagi dengan takjub. Mang Ahen tersenyum lagi, “Apalah artinya kerugian yang tidak seberapa di dunia, daripada kerugian nanti di akhirat…” jawabnya. “Tapi saya juga jadi takut Mang, takut kebanyakan ngambil lebihnya, nanti malah mengurangi pahala saya yang juga nggak banyak…” kata Kabayan lagi. Mang Ahen lagi-lagi tersenyum, “Semakin banyak yang Akang ambil, Akang kan untung, paling nggak di dunia, dan lebihnya itu halal, karena saya ikhlas. Dan semakin banyak yang Akang ambil, semakin kecil kemungkinan pahala saya di akhirat dikurangi, kan begitu. Jadinya kita sama-sama untung, Akang minimal untung di dunia, dan saya untung di akhirat…” jawab Mang Ahen.

Kabayan mengangguk-angguk, setelah membayar harga kentang yang dibelinya, ia pamitan. Di jalan ia masih merenung, kok bisa ya ada penjual seperti itu. Andai saja semua penjual itu seperti Mang Ahen, pasti tidak ada pembeli yang merasa dirugikan. Waktu naik angkutan yang akan membawanya pulang ke Cibangkonol, Kabayan menceritakan kejadian itu pada Bi Mimin, pemilik warung di Cibangkonol yang kebetulan pulang belanja. Bi Mimin tertawa mendengar cerita Kabayan, “Maneh(kamu) mah nggak tau akal-akalan penjual sih Yan. Berapapun yang kamu ambil sebagai lebihnya, tetap saja tidak akan melebihi apa yang sudah diambilnya dengan mengakali timbangan. Ibaratnya, dia mengurangi satu ons timbangannya, dan kamu mengambil lebihnya hanya setengah ons, dia tetap saja masih untung, apalagi dia sudah bilang kentangnya kan nggak mungkin bersih…” kata Bi Mimin.

Kabayan bengong, ia nggak percaya dengan omongan Bi Mimin, “Ah, nggak mungkin Bi, orangnya jujur kok, ngapain ngomong begitu kalo dia curang mah, orang curang kan biasanya diam-diam…” kata Kabayan. Bi Mimin nyengir, “Kamu tuh polos pisan, itu namanya strategi jualan, supaya orang menganggapnya jujur, terus pada beli di situ semua. Di mana-mana, mana ada penjual yang mau rugi. Tuh liat contoh di mol, ada baju diskon 30 persen, tapi sebelumnya dia sudah menaikan dulu harga barangnya 40 persen. Pembelinya senang, padahal dia malah membeli sepuluh persen lebih mahal dari harga biasanya…” kata Bi Mimin
.

Kabayan mengangguk-angguk. Soal penjual seperti Mang Ahen tadi, Kabayan nggak mau buruk sangka, ia berdoa supaya Mang Ahen bener-bener jujur, apalagi dia bawa-bawa nama ajengan dan ajaran agama. Ia setuju bahwa di dunia ini nggak ada timbangan yang pas, kecuali timbangan di akhirat nanti. Yaah, kalaupun Mang Ahen –misalnya—nggak jujur, biar saja dia rugi di dunia, kan nanti di akhirat dia yang untung… eh, yang untung si Ambu ding, soalnya yang beli kentang itu si Ambu, bukan dia…. Ini yang gawat, di dunia nggak dapet apa-apa kalo timbangannya kurang, yang ada malah diomelin si Ambu, dan di akhirat juga belum tentu… haduh!

Tidak ada komentar: