berita

Source: http://www.amronbadriza.com/2012/07/cara-membuat-judul-blog-bergerak.html#ixzz2HGOAa7ZG

Rabu, 02 Mei 2012

PEGUNUNGAN BINTANG DALAM KEBIMBANGAN

Oleh Fransiskus Kasipmabin* “

Didalam masyarakat, mahasiswa berdiam maka banyak persoalan yang akan tumbuh subur” Arnold Up Aplim Apom Dibawa Kemana? Puluhan tahun yang lalu masyarakat Pegunungan Bintang merindukan suatu harapan akan suatu perubahan, harapan akan mengenal dunia luar, harapan akan mengenal pembangunan, harapan akan mengenal kesejahteraan ekonomi, kesehatan, harapan akan mengenal pendidikan bagi dirinya dan anaknya dan sejuta harapan yang dinantikan oleh masyarakat Ngalum, Kupel, Morop, Kambom, Kimki/Lepki. Harapan sejuta harapan itu mulai Nampak seketika diberikannya otonomi khusus bagi provinsi papua. Pada masa itu tidak banyak anak-anak asli pegunungan bintang (oksibil, Kiwirok, Apmisibil, Kupel) yang sekolah bahkan kuliah sekalipun. Beberapa anak daerah yang selesai sarjana dan bekerja di wamena ibukota jayawijaya adalah harapan mereka (masyarakat) untuk memberikan yang terbaik di tanahnya sendiri atau merekala yang menjadi tuan di atas tanahnya sendiri. Impian tersebut kini telah terwujud. Para intelektual pegununungan bintang (Oksibil, Apmisibil, Kiwirok) berupaya untuk mendorong agar dilakukannya pemekaran kabupaten baru berdasarkan UU tahun 2001 otonomi khusus bagi provinsi papua. Mereka mencetuskan sebuah nama kabupaten yang bernama “kabupaten pegunungan bintang” yang berasal dari bahasa daerah adalah Aplim Apom”. Mengapa mereka memberikan nama Pegunungan Bintang? Apa alasan yang mendasari sehingga memberikan Pg.Bintang. Kenapa tidak memberikan nama menggunakan bahasa daerah? Apa esensi dari sebuah nama kabupaten? Hal ini menjadi pembicaraan serius bagi generasi
muda sekarang ini. Sejarah pemberian nama kabupaten belum didokumentasikan baik itu dalam tulisan atau foto dan lainnya, sehingga sulit untuk diangkat dan dibuplikasikan. Memang pelaku sejarah belum diwawancarai, sehingga tulisan ini penulis memberikan apa adanya. Nama kabupaten ini diicetuskan di wamewa pada tahun 2002 yang diketuai oleh Theo Opki (mantan ketua DPR) Pegunungan Bintang. Proses kerja tim atau panitia penyelenggara pemekaran kabupaten dapat terlaksana dengan baik. Panitia pemekaran mempersiapkan administrasi yang perluh disiapkan sesuai dengan undang-undang otsus yang memuat di bab III pasal 3 point 4 (empat). Setelah dirampung atas sejumalah berkas-berkas yang perlu disipakan Panitia kemudian mereka menemui menteri dalam negeri untuk disahkan menjadi kabupaten baru. Kabupaten yang baru dimekarkan dari kabupaten induk jayawijaya selama puluhan tahun mengapdi di kabupaten jayawijaya adalah kabupaten Pegunungan Bintang, kabupaten Tolikara, dan Kabupaten Puncak Jaya. Ketiga kabupaten ini berdiri sendiri. Sejarah mencatat bahwa kecamatan oksibil, Apmisibil, Kiwirok atau wamena timur bergabung dengan kabupaten induk jayawijaya pada tahun 70-an. Bergabungnya ketiga kecamatan itu ke kabupaten jayawijaya, ada mengalami perubahan di tingkat kehidupan social. Perubahan ditingkat kehidupan social seperti masyarakat setempat bisa menyual sayur-sayuran di pasar, bisa mengenal garam, bimoli dan lainnya. Namun di sisi lain secara perlahan-lahan telah dijajah oleh orang wamena. Bidang pendidikan saja dijajah oleh orang wamena (maaf ini kenyataan), pendidikan di tiga kecamatan wamena timur ini tidak berkembang. Penempatan guru-guru di pedalaman pegunungan (Oksibil Apmisibil,Kiwirok) tersebut, ternyata tidak mengajar dengan baik. Fasilitas penunjang seperti sarana dan parasaran sekolah misalnya buku, kapur dan lainnya, sehingga proses belajar mengajar menjadi terkendala. Hari jadinya kabupaten pegunungan bintang jatuh pada setiap tanggal 5 mei. Sudah 8 tahun masyarakat pegunungan bintang merayakan kabupaten ini. Pada tanggal 5 mei tahun 2012 umur kabupaten pegunungan bintang bertambah satu menjadi 9 tahun. Hari ulang tahun kabupaten pegunungan bintang ini memiliki makna tersendiri. Umur kabupaten bertambah, pembangunan disemua sector pun semakin meningkat, kesejahteraan masyarakat terjamin, produktifitas penduduk semakin bertambah, angka kemiskinan semakin berkurang, angka kematian berkurang dan berbagai sector penting mengalami peningkatan. Umur Sembilan tahun memiliki makna yang lebih dan jika umur Sembilan tahun tersebut tidak mengalami perkembangan, maka perluh dipertanyakan. Seibarat seorang bocah (anak) berusia delapan (8) tahun menuju umur sembilan (9) tahun. Jika bocah tersebut dari umur 1 tahun sampai umur 9 tahun ini tubuhnya tidak besar, tubuhnya semakin kurus, kesehatnya tidak terjamin, hanya sakit-sakitan, kebaykan kurap, banyak ingusan, bajupun belum pakai (menutupi) tubuhnya maka perluh dipertanyakan. Apakah orang tuanya pernah menjaga, merawat, mendidik, setiap hari memberi gizi, menyususi, sehingga setiap tahun umur bocah ini semakin meningkat? Ataukah kedua orang tua si bocah ini hanya melahirkan anaknya dan pergi keluar kota, dari jayapura ke oksibil melihat anaknya, pergi ke Jakarta- jayapura-oksibil tanpa ada pendampingan? Apa yang menyebabkan semua ini terjadi? Dan sejumlah pertanyaan yang perluh dikaji mendalam dan dengan pendekatan ilmiah, sehingga hasil kajiannya dipublikasikan dan menjadi bahan refrensi untuk dipertimbangan oleh pemerintah daerah sebagai kepala keluarga. Kondisi perkembangan pembangunan kabupaten pegunungan bintang saat ini memang dikatakan mengalami krisis dimensional. Krisis dimensional karena krisis di berbagai aspek, diantaranya aspek ekonomi, social politik, budaya, pemerintahaan, kesehatan dan tidak kala menariknya adalah krisisi pendidikan. Disini penulis mencoba mengupas seputar perkembangan pendidikan di pegunungan bintang selama Sembilan tahun belakangan ini. Hari ulang tahun (HUT) kabupaten Pegunungan bintang yang ke 9 tepatnya tanggal 5 mei 2012 adalah hari bersejarah bagi masyarakat pegunungan bintang. Hari bersejarah ini harus dimengerti dan dimaknai dengan sejumlah pertanyaan mendasar yang harus direfleksikan bersama baik praktisi pendidikan, pemerhati pendidkan, pemerintah daerah (dinas pendidikan), dan masyarakat secara umum, selama sembilan tahun ini sejauh mana pemerintah daerah pegunungan bintang mempersiapkan sumber daya pegunungan bintang (SDM)? Seberapa persenkah tingakat kelulusan SD,SMP,SMA di pegunungan bintang terhitung dari tahun dari tahun 2003? Apakah setiap tahun persentase tingkat kelulusan mengalami kenaikan atau penurunan? Seberapa banyak perempuan pegunungan bintang lulus SD,SMP, SMA dan masuk perguruan tinggi setiap tahun selama 9 tahun ini? Setiap tahun Seratus (100) perempuan yang kuliah di perguruan tinggi ? Atau tidak sama sekali? Ataukah pemerintah daerah terutama pejabat daerah sengaja merusak dan membiarkan perempuan pegunungan bintang, sehingga mereka tidak sekolah dan ataukah melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi? Seberapa banyak sarjana perempuan pegunungan bintang yang lulus sarjana dari perguruan tinggi di Indonesia dan maupun luar negeri? Sejauhmana kapasitas (pengetahuan) yang dimiliki perempuan pegunungan bintang selama 9 tahun berjalan ini? Seberapabanyak kursi di pemerintahan yang dikendalikan oleh perempuan Aplim Apom? Dan sejumlah gudang pertanyaan yang harus diperhatikan bersama. Pendidikan Sudah delapan (8) tahun SD INPRES Barwombung Aldom telah ditinggalkan oleh guru. Delapan generasi telah dibunuh oleh guru yang notabene adalah penyelamat manusia, penyelamat hewan, tumbuhan, binatang apapun yang ada di bumi ini. Ketika hadirnya kabupaten pegunungan bintang di tanah aplim apom guru-guru SD Aldom meninggalkan tempat tugasnya dan pergi entah ke mana. Guru meninggalkan SD tersebut dan menetap di kota enta melakukan aktifitas apa, dan aktifitas lainnya. Guru sekali tidak masuk kelas dan mengajar satu mata pelajaran maka 100 anak papua suda dibunuh, dua kali tidak masuk sekolah 200 orang papua dibunuh dan selanjutnya…Anton (8) nama samaran telah menunggu kedatangan guru pada hari itu tangggal….pada tahun 2004 untuk belajar, dengan sabar menanti kedatang seorang guru dari pagi jam 7.30 sampi dengan sore pukul 14.00 waktu pegunungan bintang papua. Si bocah berambut keriting kini kembali rumah membantu orang taunnya di dapur. Selama 9 tahun bocah ingusan tersebut menanti kedatangan guru yang telah lama ditinggalkan, gedung sekolah tersebut memiliki lima kelas (4 ruangan kelas) dan satu kantor, jendela ditutupi dengan kawat dan jendela, bercat warna putih, kini telah tua dimakan ulat dan tempat tinggal babi peliharaan dan babi hutan. Bocah ingusan tresebut telah pergi dari SD tersebut..entah ke mana dia pergi. Inilah Sebuah potret pendidikan di kampong Aldom, kecamatan oksibil, kabupaten pegunungan bintangn provinsi papua di erah otonomi khusus bagi provinsi papua dan hadirnya kabupaten baru di tengah-tengah masyarakat Aplim Apom. Secara umum pendidikan di pegunungan bintang sangat prihatin baik itu SDM yang disiapkan oleh pemerintah daerah terutama para pengajar (guru-guru), saran dan prasarana penjunjang belajar baik di sekolah dasar mapun sekolah menengah pertama (SMP) sekolah menengah atas (SMA) maupun SMK yang dibangun di oksibil pegunungan bintang. Menurut pantauan tabloid jubi papua.com pada hari saptu tanggal 11 februari 2012 di oksibil pegunungan bintang bahwa guru –guru di oksibil tidak sebanding dengan murid, misalkan guru PAUD dan SD di oksibil 28 guru yang mengajar 596 murid. Jumlah guru SMP 28 guru mengajar 245 murid. Guru SMA 28 guru yang mengajar 238 murid. Beberapa sumber yang diliput Guru-guru tersebut tidak semua masuk ke sekolah, kadangkala mereka masuk ke sekolah karena jam mengajar mereka (guru). Sumber lain menyebut bahwa guru kadanglah tidak mengajar karena keterlambatan membayar gaji pegawai. Sedangkan biaya pendidikan di pegunungan bintang pemerintah menganggarkan 300 miliar. Kendala yang dialami adalah pemerintah daerah provinsi juga telat menganggarkan biaya pendidikan (Jhon Kurning, 2012). Ketidakseriusan pemerintah daerah kabupaten pegunungan bintang untuk mempersiapkan SDM terutama guru-guru yang siap pakai atau siap mengajar di SD, SMP, SMA dan SMK di Oksibil Pegunungan bintang yang menyebabkan matinya proses pergerakan pendidikan baik itu proses seleksi, pengelolaan (mengajar) sampai pada hasil atau auput yang dicapai. Kendala ini dibiarkan begitu saja oleh dinas pendidikan, maka berdampak pada 15-20 tahun mendatang. Belum ada kontrol dari pemerintah terutama dinas terkait terhadap sejumlah sekolah di pegunungan bintang sehingga guru-guru seenaknya keluar masuk sekolah atau blos mengajar. Kadangkalah perekrutan PNS terutama bagi para guru, tidak melihat kualitas dan kapabilitas dari seorang pengajar. Kemampuan menguasai mata pelajaran dan penguasaan siswa belum untuk mengajar kepada sisiwa, guru juga membutuhkan moralitas, iman serta memilki keprofesionalitas guru. Menurut hemat saya guru yang ada di pegunungan bintang tidak ada yang tamat (selesai ) perguruan tinggi di jawa (yogya), sehingga dalam proses pembelajarannya tidak maksimal. Karena kualitas sarjana kelulusan perguruan tinggi di papua secara kemampuan penguasaan serta mentalitas mengajar belum tercapai. Terbukti beberapa sarjana lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan (FKIP) Universitas Cenderawasih papua yang mengajar di sekolah dasar, menengah, atas di pegunungan bintang tidak membawa suatu perubahan, sering terjadi pula tidak mengajar di sekolah. Para lulusan PGSD Universitas Cenderawasih papua yang ditugaskan untuk mengajar di SD Inpres Barwombung Aldom distrik Oksibil Pegunungan Bintang yang ditugaskan oleh pemerintah daerah tidak betah mengajar selama 4 tahun. Pendidikan pegunungan bintang selama Sembilan tahun terlantar, pendidikan dijadikan politisasi oleh pihak-pihak tertentu yang notabene mencari keuntungan. Pendidikan pegununungan dibawa ke sebuah lumbung, dimana lumbung tersebut menjadi lahan mencari dan mendapatkan makanan.


Penulis Tinggal di sudut kota yogyakarta

Tidak ada komentar: