berita

Source: http://www.amronbadriza.com/2012/07/cara-membuat-judul-blog-bergerak.html#ixzz2HGOAa7ZG

Senin, 23 April 2012

Tak Ada Timbangan Pas di Dunia

“Sok ambil aja tambahannya berapa, takut kiloannya nggak pas…” kata Mang Ahen, penjual sayuran di pasar, waktu Kabayan membeli lima kilo kentang pesanan Ambu, mertuanya. Kabayan bingung, “Lah, kan sudah dikilo barusan, Mang…” kata Kabayan. Mang Ahen tersenyum, “Pan saya sudah bilang, takut kiloannya nggak pas, jadi ambil aja lebihannya, terserah Kang Kabayan…” jawabnya.

Kabayan lalu memilih lima buah kentang dan menambahkannya ke dalam tumpukan kentang yang baru dibelinya itu, tapi ia lalu bertanya lagi karena penasaran. “Kenapa nggak Mang Ahen saja yang nambahin, kalau saya ngambil tambahannya kebanyakan, apa nggak takut rugi, Mang?” tanyanya. Mang Ahen tersenyum lagi, “Justru saya takut yang beli rugi Kang, kentang itu kan nggak terlalu bersih, di kulitnya kan masih nempel tanah, batu, atau kotoran lain yang nambahin beratnya. Sementara Akang kan beli kentang, nggak beli kotorannya…” jawab Mang Ahen. “Lagian Kang, kata Ajengan (ulama, guru ngaji), mengurangi timbangan itu dosa, dan kekurangannya bisa mengurangi pahala kita di akhirat nanti. Sementara pahala saya kan belum tentu banyak, jadi gawat kalo harus dikurangi lagi gara-gara timbangan yang nggak pas…“ tambahnya.

“Lah bukannya ini timbangan yang sudah dibuat pas oleh pabriknya, terus kan biasanya pemerintah sering menguji timbangan di pasar, apa masih pas atau sudah ngaco…” kata Kabayan lagi. “Ya memang ada tera ulang timbangan,” jawab Mang Ahen, “Tapi apa mereka bisa benar-benar menjamin timbangannya ini bener-bener pas? Terus kalaupun timbangannya bener, kan barang yang ditimbangnya tidak bisa saya jamin bersih dari tambahan lain yang tidak dibeli oleh pelanggan saya, kayak tanah di kentang, daun di wortel, kutu di beras, dan macem-macem…” sambungnya. “Lagian, kalo misalnya pemerintah yang menguji timbangan saya salah, atau jualan saya masih kotor, apa dosanya buat pemerintah atau petani yang menjualnya? Kan belum tentu. Jadi daripada dosanya ditanggung saya, mendingan pelanggan yang mengambil haknya…”

Kabayan bengong, “Apa nggak takut rugi Mang?” tanyanya lagi dengan takjub. Mang Ahen tersenyum lagi, “Apalah artinya kerugian yang tidak seberapa di dunia, daripada kerugian nanti di akhirat…” jawabnya. “Tapi saya juga jadi takut Mang, takut kebanyakan ngambil lebihnya, nanti malah mengurangi pahala saya yang juga nggak banyak…” kata Kabayan lagi. Mang Ahen lagi-lagi tersenyum, “Semakin banyak yang Akang ambil, Akang kan untung, paling nggak di dunia, dan lebihnya itu halal, karena saya ikhlas. Dan semakin banyak yang Akang ambil, semakin kecil kemungkinan pahala saya di akhirat dikurangi, kan begitu. Jadinya kita sama-sama untung, Akang minimal untung di dunia, dan saya untung di akhirat…” jawab Mang Ahen.

Kabayan mengangguk-angguk, setelah membayar harga kentang yang dibelinya, ia pamitan. Di jalan ia masih merenung, kok bisa ya ada penjual seperti itu. Andai saja semua penjual itu seperti Mang Ahen, pasti tidak ada pembeli yang merasa dirugikan. Waktu naik angkutan yang akan membawanya pulang ke Cibangkonol, Kabayan menceritakan kejadian itu pada Bi Mimin, pemilik warung di Cibangkonol yang kebetulan pulang belanja. Bi Mimin tertawa mendengar cerita Kabayan, “Maneh(kamu) mah nggak tau akal-akalan penjual sih Yan. Berapapun yang kamu ambil sebagai lebihnya, tetap saja tidak akan melebihi apa yang sudah diambilnya dengan mengakali timbangan. Ibaratnya, dia mengurangi satu ons timbangannya, dan kamu mengambil lebihnya hanya setengah ons, dia tetap saja masih untung, apalagi dia sudah bilang kentangnya kan nggak mungkin bersih…” kata Bi Mimin.

Kabayan bengong, ia nggak percaya dengan omongan Bi Mimin, “Ah, nggak mungkin Bi, orangnya jujur kok, ngapain ngomong begitu kalo dia curang mah, orang curang kan biasanya diam-diam…” kata Kabayan. Bi Mimin nyengir, “Kamu tuh polos pisan, itu namanya strategi jualan, supaya orang menganggapnya jujur, terus pada beli di situ semua. Di mana-mana, mana ada penjual yang mau rugi. Tuh liat contoh di mol, ada baju diskon 30 persen, tapi sebelumnya dia sudah menaikan dulu harga barangnya 40 persen. Pembelinya senang, padahal dia malah membeli sepuluh persen lebih mahal dari harga biasanya…” kata Bi Mimin

Ujian Nasional Cukup Dengan “Pernyataan Jujur” Saja ?

Sebelum ujian nasional berlangsung semua siswa diwajibkan menandatangani selembar “pernyataan jujur ” yang disiapkan oleh setiap sekolah penyelenggara ujian nasional tingkat SMP. Selain pernyataan yang ditandatangani sebelumnya, ketika ujian berlangsung semua siswa juga membuat pengakuan dalam lembar jawab komputer yang harus ditulis ” saya mengerjakan ujian dengan jujur”.

Fakta dilapangan, dampak dari pernyataan tersebut sebenarnya tidaklah berarti, karena banyak siswa masih berusaha meminta bantuan jawaban dari teman-temannya. Hanya karena pengaturan denah kode soal yang dikerjakan oleh semua siswa baru dapat diketahui ketika ujian berlangsung membuat banyak siswa merasa frustasi. Tidak bisa minta bantuan jawaban dari teman satu ruang . Bahkan bisa juga sekolah penyelenggara merasa was-was karena situasi tersebut. Khawatir siswa-siswinya tidak bisa lulus dalam ujian nasional.

Hari Buku

By Abbel Simbolon-Kita tentu sudah tahu bagaimana menentukan sebuah negara atau kebudayaan suatu bangsa sudah memasuki masa sejarah. Peralihan dari prasejarah (nir: tidak, Leka: tulisan) ke sejarah ditandai dengan adanya tulisan. Bangsa Indonesia telah memasuki masa sejarah ketika ditemukan prasasti di sekitar sungai Mahakam, Kalimantan Timur pada saat berdirinya Kerajaan Kutai (sekitar abad ke-5). Di prasasti itu tertulis bahwa Raja Mulawarman pernah memberi sedekah kepada Pendeta Brahmana 20.000 ekor sapi (sebagian teks dari prasasti). (Lihat di http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Mulawarman). Dan masih banyak lagi kemudian, tulisan-tulisan yang mendukung bahwa Indonesia sudah mengakhiri masa prasejarah.

Nasionalisme yang (Hampir) Terkoyak

Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku
Bangsa dan Tanah Airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatu…….

Syair diatas adalah sepenggal dari nyanyian Indonesia Raya, yang telah diciptakan dari seoarang WR Supratman sebagai sebuah seruan,keteguhan sikap dari anak bangsa disemua pelosok untuk bersatu demi Indonesia. Sampai hari ini lagu tersebut akan tetap terdengarkan, tidak terkecuali di ajang Sepak Bola sekalipun.

Krupuk Ubi: Produk Asli Masyarakat Nuu War

Mereka menyebutnya kerupuk. Tetapi jangan membayangkan kerupuk yang biasa Anda makan. Kerupuk hasil produksi asli masyarakat suku Abun Kabupaten Sorong, Nuu Waar (Irian Jaya Barat) ini tidak terbuat dari tepung, tetapi berbahan dari ubi.

Kerupuk ubi, begitu mereka menamakan makanan ringan ini. Buat saya, kerupuk ini lebih mirip keripik pedas. Apapun namanya, makanan ini benar enak. Buat saya, jauh lebih enak keripik-keripik yang banyak dijual di jalan dengan menggunakan mobil itu. Ada rasa manis dan pedas. Terlebih lagi, kerupuk ubi suku Abun Sorong ini nggak pake level-level. Sebab, makanan ringan bukanlah multi level marketing (MLM) yang memakai sistem level, atau bukan kursus musik atau bahasa Inggris, dan bukan

Mari Kita Dukung Penghapusan Subsidi BBM!

Persoalan subsidi BBM ini sudah terlalu lama menggantung, seperti badai petir yang mengancam. Antara dikurangi sedikit atau banyak, dikhususkan untuk masyarakat miskin atau melarat, bulan ini atau bulan depan, tak ada kepastian. Beragam spekulasi membuat duduk permasalahannya menjadi tak jelas lagi, dan cenderung menimbulkan ketidakpastian dalam perekonomian.

Tak kurang banyaknya politisi petualang di negara ini, yang dengan kepiawaiannya meramu isu BBM menjadi komodititas politik. Informasi terakhir, pemerintah akan membatasi pasokan BBM ke SPBU, untuk menghemat 40 juta kilo liter, demi mengamankan neraca APBN-P. Kebijakan itu pasti akan membuat SPBU buka /tutup kehabisan stok. Situasi yang akan menyusul adalah antrian panjang kenderaan di sekitar SPBU. Siang-malam, dari pagi hingga sore, berbaris-baris. BBM murah tapi langka. Jika tak mau ikut antri, silakan membeli BBM di pasar gelap seharga Rp. 25.000.-/liternya.

Itu situasi yang sulit. Rawan kerusuhan!

Oleh karena itu marilah kita bantu pemerintah mengambil keputusan. Daripada berlama-lama dalam ketidakpastian, hapuskan saja subsidi BBM itu. Biarkan harga BBM berfluktuasi mengikuti harga minyak dunia. Perekonomian Bangsa Indonesia tidak akan bangkrut. Toh, sebenarnya harga itulah yang dibayar masyarakat lewat pajak di sisi lainnya.

Dengan dihapuskannya subsidi BBM, maka perekonomian masyarakat akan bergerak pada realitas semestinya. Tak ada lagi distorsi pasar, kontradiksi-kontradiksi tarif angkutan, harga jual produk apa pun akan memiliki nilai pasti. Adapaun permintaan masyarakat agar pemerintah lebih serius memberantas korupsi, itu biarlah urusan pemerintah. Sudah sepatutnya komoditas primer seperti BBM ini dibebaskan dari pengaruh politik. Hukuman bagi politisi yang tidak serius menjalankan tugasnya adalah pada pemilu nanti, lewati gambarnya!

Penghapusan subsidi BBM akan menjamin pasokan selalu lancar. Tak diperlukan lagi monopoli perdagangan oleh Petamina. Sebagai BUMN,Pertamina silakan jalan terus sebagaimana Bulog. Semua orang bebas mengimpor BBM dan menjualnya kepada masyarakat luas. Sehingga ada jaminan tidak terjadi kelangkaan. Kondisi seperti itu lebih menjamin kepastian dalam perekonomian.

Untuk sekarang ini harga bensin di pasaran dunia kira-kira Rp. 8.000.-/liter, dan solar lebih murah sedikit. Harga itu beda tipis dari rencana pemerintah yang dibatalkan itu, yang memicu munculnya opsi pembatasan pasokan. Lebih jauh lagi, pembatasan BBM itu akan mempengaruhi hidup-mati mesin PLTD, sehingga PLN kembali memberlakukan kebijakan pemadaman listrik bergilir.

Sungguh buruk akibat lanjutan dari pembatasan pasokan ini, hanya karena persoalan besar-kecilnya subsidi BBM, kota-kota menjadi gelap gulita, seolah-olah kembali ke peradaban lampau. Sudah waktunya Masyarakat Indonesia membangun kepercayaan diri dengan tampil sedikit gagah. Dengan harga bensin Rp. 8000.-/liter, kita tidak akan lumpuh. Malahan dengan harga itu perekonomian masyarakat akan semakin kuat, semakin realistis, semakin efisien, semakin bersaing.

Itu adalah harga yang menantang.

Mari, kita taklukkan!
Keberhasilan Alex Noerdin di Jakabaring



Alex Noerdin bisa dikatakan sebagai orang di balik keberhasil kawasan kota olahraga Jakabaring, menjadi sportcity berkelas dunia. Sebagai Gubernur Sumatera Selatan, Alex menjawab cibiran orang yang pesimistis pembangunan tidak akan mulus. Dia membuktikan, Jakabaring megah hanya dalam waktu 11 bulan.

Atas keberhasilannya itu, Alex meraih penghargaan “The Best Regional Leader Of The Year 2011″ yang dianugerahkan sebuah perusahaan marketing “Markplus Inc.” Alex dinilai berhasil menggelar pesta olahraga antarnegara Asia Tenggara SEA Games 2011.

Gubernur Sumatera Selatan berandil besar pada kesuksesan penyelenggaraan pesta olehraga yang diselenggarakan setiap dua tahun sekali itu.

Mengutip omongan salah seorang pendiri Markplus Inc, Hermawan Kertajaya, Alex Noerdin memiliki pemikiran yang inovatif, kreatif dan terobosan untuk mewujudkan kemajuan suatu daerah menyelenggarakan pesta olahraga tingkat internasional.

Awalnya memang ada sejumlah kalangan yang merasa pesimistis terhadap kesuksesan Sumatera Selatan menjadi tuan rumah pesta olahraga antarnegara se-Asia Tenggara tersebut, karena belum memiliki pengalaman dan minim infrastruktur. “Tapi kami punya modal tekad dan semangat untuk berhasil,” ujar Alex.

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menjadikan penyelenggaraan SEA Games 2011, sebagai sarana untuk memperkenalkan Sumatera Selatan kepada dunia internasional dalam upaya meningkatkan pariwisata.

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan membangun fasilitas olahraga bertaraf internasional di atas lahan tanah seluas 325 hektar terdiri dari 22 tempat pertandingan olahraga.

Alex Noerdin yang juga bakal calon gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Nono Sampono teurs berupaya mendatangkan investor guna membangun infrastuktur rel kereta api “double track” sepanjang 170 kilometer dari Tanjung Enim ke Pelabuhan Tanjung Api-Api dan ruas jalan tol yang merupakan bagian dari 1980 KM Trans Sumatera Highway yang akan pararel dengan Trans Sumatera Railway. Nilai infrastruktur untuk membangun SEA Games bernilai lebih dari Rp4 Triliun, namun hanya 8 persen yang berasal dari APBD Sumsel.

Dengan pencapaian ini, investor semakin percaya untuk berinvestasi di Sumsel. Hal itu ditandai dengan dua negara yang sudah siap membiayai pembangunan jalan tol trans Sumatera sepanjang 1.980 kilometer yang akan menghubungkan koridor Jawa dan Sumatera.

Alangkah baiknya jika kesuksesan itu juga terjadi di Jakarta. Sudah selayaknya Alex melanjutkan pembangunan di Ibukota. Saat ini sarana olahraga di Jakarta kondisinya sangat memprihatinkan. Banyak gelanggang olahraga yang tak terurus. Selama ini GOR seperti sudah lama terlupakan, menjadi tidak terawat, sepi, dan menyeramkan. Padahal dulu GOR merupakan tempat olahraga yang menjadi primadona bagi kaum muda di Jakarta.

Sejak didirikan pada zaman Gubernur Ali Sadikin tahun 1973, sampai sekarang sebagian besar GOR belum direhabilitasi. Fungsi GOR bukan hanya untuk peningkatan pembinaan atlet, namun jga sebagai sarana masyarakat meningkatkan bakatnya.

Jakarta memang membutuhkan figur pemimpin yang dapat mengangkat citra Ibukota lebih dihargai. Sebab Jakarta adalah wajah etalase, jendala depan dari Republik Indonesia. Pemimpin yang telah teruji berpegalaman memajukan daerahnya pantas menduduki jabatan DKI 1.

Anarkisme Gerakan Moral : Menguak Fakta Tanpa Klaim Kebenaran

“Usul ditolak tanpa ditimbang suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan dituduh subversif dan mengganggu keamanan maka hanya ada satu kata: lawan!”. …

Sepertinya sangat kontradiksi memang bila berbicara dalam perspektif gerakan moral dan anarkisme. Anarkisme yang diidentifikasikan dengan unsur ke negatifannya (atau dengan suatu pinsip yang berhubungan dengan hal-hal yang bernuansa destruktif, chaotic, dan ketidakteraturan atau disorder) membuat semua orang takut akan segala dampaknya. Bahkan anarkisme diposisikan berseberangan dengan demokrasi. Padahal kita tidak tahu secara pasti apa yang disebut dengan paham anarkisme itu. Baik dalam perspektif ideologi maupun sejarahnya.

Waspadai Agen Penyakit PAUD

The golden age, berada pada interval usia 1-4 tahun (fase pertama), 5-10 tahun (fase kedua). Kedua fase ini ter-komposit dalam PAUD KOBER. Parameter tumbuhkembang anak bermula dari sini. Ia mampu membingkai prediktor serupa apa status kesehatan dan kesakitannya 15, 20, 50 bahkan 70 tahun akan datang. Termasuk faktor risiko terhadap kematiannya.



kiatsehat.com

“Tumbuhkembangnya” PAUD menyita perhatian penulis untuk mempersoalkannya, diawali hal ringan saja bahwa PAUD telah sanggup ‘memperdayai’ perilaku anak untuk dipaksa meninggalkan perilaku alaminya yang terlekat rasa ingin bermain mulai bangun sampai tertidur. Fase anak kecil memang naturalnya bertajuk seperti ini: Bangun Tidur-Main-Tidur lagi.Artifak bentukan perilaku yang sanggup mengencangkan speed kognitif -sampai kini belum ada riset behavior perbedaan mentalitas anak PAUD dengan non PAUD- dan menstimulasi logika ringan-ringan saja dari seorang anak kecil .

Apakah PAUD berkontribusi baik atau buruk terhadap masa depan anak?. Belum ada jawaban pasti terhadap pertanyaan ini…! So, masihlah mengendapkan sebuah tanda tanya besar. Analisa penulis, seorang anak yang di-PAUD-kan suatu saat jika ia remaja, ia akan menjumput satu per satu perilaku anak-anaknya yang sempat terlewatkan.

Apapun itu, PAUD pelan tapi pasti akan menjadi sebuah peradaban pendidikan -pemerintah/swasta- di negeri ini. Ah…jika ingin safe, maka kita berkiblat kepada Teori Psikoanalisa (Nasib manusia tiada yang bisa menentukan) termasuk nasib anak Anda. Ahay, tak boleh begitu saja, sebab bisa dibenturkan dengan dahsyatnya Teori Humanistik: manusia mau baik ataukah buruk, manusia itu sendiri yang memilihnya.…. Bingung euy….!!!

Jangan remeh-temehkan agen penyakit di PAUD

Wahai ibu-ibu dan ayah-ayah di Kompasiana, seksamalah dalam memilih PAUD. Bukankah PAUD adalah ‘kolektor’ anak-anak kecil, di tempat ini terjadi interaksi anak, interaksi dengan lingkungan yang meliputi peralatan permainan, peralatan makan dan minum dan seterusnya?.

Ibu sayang kepada anak-anak, bukan?. Coba perhatikan sarana di PAUD kita, kesannya sedikit amatiran. Mendirikan PAUD untuk economic need belaka. Tak jarang kulihat sepetak rumah tempat tinggal ‘dipaksakan’ menjadi sebuah gedung PAUD.

Perlukah penulis ungkapkan bagaimana cemasnya Anda ketika mulut anak Anda hadir bercak putih?. Lidahnya pun turut ‘keputihan’ nan bau. Jangan heran jika anak tiba-tiba demam, bahkan tinggi sekali suhu tubuhnya. Apakah ibu belum menyadari bahwa ini ulah dari sang pembuat demam yang bernama rubeola?. Belum lagi dermatitis, scabies, ISPA, infeksi usus yang dimotori pluralnya jenis cemilan anak yang tak sempat terpantau oleh pengelola dan staf di PAUD.

Saya takkan berlama-lama di sini membahas kronologi biomedisnya, namun penulis hanya menyayangkan kepada pengelola PAUD dengan mudahnya mendirikan PAUD tetapi tak dilengkapi Tim Medis. (minilmal kerjasama dengan sebuah klinik, red). Buat saya, ini adalah persyaratan absolut sebuah institusi pendidikan bernama PAUD. Tanpa berkiblat ke negeri China-pun, unit pelayanan kesehatan di PAUD wajib diadakan guna monitoring berkala kesehatan setiap anak.

Buat saya lagi, PAUD bukan sebatas Kelompok Bermain (KOBER), bukan pula sekedar ‘menitipkan’ anak, juga bukan semisal ‘rumah kedua’ dari sang anak. Namun, jauh dari itu. Kesehatan anak adalah hak mereka, dan saya jadi ketakutan jika suatu saat PAUD justru tersulap menjadi miniatur rumah sakit yang memantik infeksi nosokomial, antar anak bermanifesto agen penyakit menular (generatif).



Anak-anak kita adalah makhluk latah, kitalah yang sangat wajib bertindak bijaksana agar tidak terjerembab sebuah bisnis yang melemahkan kesehatan anak. Dirikanlah sebuah PAUD yang menyediakan sarana kesehatan anak.

Orangtuapun wajib selektif dalam memilih PAUD. Tanpa sadar, sesungguhnya anak-anak Anda adalah masa depan Indonesia. Ikhlaskah bangsa Indonesia akan datang disasaki oleh generasi lemah fisik akibat seringnya terserang penyakit di masa kecil?. Jangan katakan lagi, menghadirkan anak di PAUD agar cerdas, tapi lupa bahwa anak ‘diserahkan’ ke PAUD juga untuk kesehatan mereka. Jadi jangan sembarangan. PAUDkan anak Anda untuk menyehatkannya, bukan malah dikeroyok bakteri-bakteri, dikepung virus dan diberondong mikroba-mikroba yang disebabkan minimnya atensi pengelola PAUD akan sebuah fasilitas kesehatan dan ketiadaan tim medikal…!!!^^^

Tak Ada Timbangan Pas di Dunia

“Sok ambil aja tambahannya berapa, takut kiloannya nggak pas…” kata Mang Ahen, penjual sayuran di pasar, waktu Kabayan membeli lima kilo kentang pesanan Ambu, mertuanya. Kabayan bingung, “Lah, kan sudah dikilo barusan, Mang…” kata Kabayan. Mang Ahen tersenyum, “Pan saya sudah bilang, takut kiloannya nggak pas, jadi ambil aja lebihannya, terserah Kang Kabayan…” jawabnya.

Kabayan lalu memilih lima buah kentang dan menambahkannya ke dalam tumpukan kentang yang baru dibelinya itu, tapi ia lalu bertanya lagi karena penasaran. “Kenapa nggak Mang Ahen saja yang nambahin, kalau saya ngambil tambahannya kebanyakan, apa nggak takut rugi, Mang?” tanyanya. Mang Ahen tersenyum lagi, “Justru saya takut yang beli rugi Kang, kentang itu kan nggak terlalu bersih, di kulitnya kan masih nempel tanah, batu, atau kotoran lain yang nambahin beratnya. Sementara Akang kan beli kentang, nggak beli kotorannya…” jawab Mang Ahen. “Lagian Kang, kata Ajengan (ulama, guru ngaji), mengurangi timbangan itu dosa, dan kekurangannya bisa mengurangi pahala kita di akhirat nanti. Sementara pahala saya kan belum tentu banyak, jadi gawat kalo harus dikurangi lagi gara-gara timbangan yang nggak pas…“ tambahnya.

“Lah bukannya ini timbangan yang sudah dibuat pas oleh pabriknya, terus kan biasanya pemerintah sering menguji timbangan di pasar, apa masih pas atau sudah ngaco…” kata Kabayan lagi. “Ya memang ada tera ulang timbangan,” jawab Mang Ahen, “Tapi apa mereka bisa benar-benar menjamin timbangannya ini bener-bener pas? Terus kalaupun timbangannya bener, kan barang yang ditimbangnya tidak bisa saya jamin bersih dari tambahan lain yang tidak dibeli oleh pelanggan saya, kayak tanah di kentang, daun di wortel, kutu di beras, dan macem-macem…” sambungnya. “Lagian, kalo misalnya pemerintah yang menguji timbangan saya salah, atau jualan saya masih kotor, apa dosanya buat pemerintah atau petani yang menjualnya? Kan belum tentu. Jadi daripada dosanya ditanggung saya, mendingan pelanggan yang mengambil haknya…”

Kabayan bengong, “Apa nggak takut rugi Mang?” tanyanya lagi dengan takjub. Mang Ahen tersenyum lagi, “Apalah artinya kerugian yang tidak seberapa di dunia, daripada kerugian nanti di akhirat…” jawabnya. “Tapi saya juga jadi takut Mang, takut kebanyakan ngambil lebihnya, nanti malah mengurangi pahala saya yang juga nggak banyak…” kata Kabayan lagi. Mang Ahen lagi-lagi tersenyum, “Semakin banyak yang Akang ambil, Akang kan untung, paling nggak di dunia, dan lebihnya itu halal, karena saya ikhlas. Dan semakin banyak yang Akang ambil, semakin kecil kemungkinan pahala saya di akhirat dikurangi, kan begitu. Jadinya kita sama-sama untung, Akang minimal untung di dunia, dan saya untung di akhirat…” jawab Mang Ahen.

Kabayan mengangguk-angguk, setelah membayar harga kentang yang dibelinya, ia pamitan. Di jalan ia masih merenung, kok bisa ya ada penjual seperti itu. Andai saja semua penjual itu seperti Mang Ahen, pasti tidak ada pembeli yang merasa dirugikan. Waktu naik angkutan yang akan membawanya pulang ke Cibangkonol, Kabayan menceritakan kejadian itu pada Bi Mimin, pemilik warung di Cibangkonol yang kebetulan pulang belanja. Bi Mimin tertawa mendengar cerita Kabayan, “Maneh(kamu) mah nggak tau akal-akalan penjual sih Yan. Berapapun yang kamu ambil sebagai lebihnya, tetap saja tidak akan melebihi apa yang sudah diambilnya dengan mengakali timbangan. Ibaratnya, dia mengurangi satu ons timbangannya, dan kamu mengambil lebihnya hanya setengah ons, dia tetap saja masih untung, apalagi dia sudah bilang kentangnya kan nggak mungkin bersih…” kata Bi Mimin.

Kabayan bengong, ia nggak percaya dengan omongan Bi Mimin, “Ah, nggak mungkin Bi, orangnya jujur kok, ngapain ngomong begitu kalo dia curang mah, orang curang kan biasanya diam-diam…” kata Kabayan. Bi Mimin nyengir, “Kamu tuh polos pisan, itu namanya strategi jualan, supaya orang menganggapnya jujur, terus pada beli di situ semua. Di mana-mana, mana ada penjual yang mau rugi. Tuh liat contoh di mol, ada baju diskon 30 persen, tapi sebelumnya dia sudah menaikan dulu harga barangnya 40 persen. Pembelinya senang, padahal dia malah membeli sepuluh persen lebih mahal dari harga biasanya…” kata Bi Mimin.

Kabayan mengangguk-angguk. Soal penjual seperti Mang Ahen tadi, Kabayan nggak mau buruk sangka, ia berdoa supaya Mang Ahen bener-bener jujur, apalagi dia bawa-bawa nama ajengan dan ajaran agama. Ia setuju bahwa di dunia ini nggak ada timbangan yang pas, kecuali timbangan di akhirat nanti. Yaah, kalaupun Mang Ahen –misalnya—nggak jujur, biar saja dia rugi di dunia, kan nanti di akhirat dia yang untung… eh, yang untung si Ambu ding, soalnya yang beli kentang itu si Ambu, bukan dia…. Ini yang gawat, di dunia nggak dapet apa-apa kalo timbangannya kurang, yang ada malah diomelin si Ambu, dan di akhirat juga belum tentu… haduh!