berita

Source: http://www.amronbadriza.com/2012/07/cara-membuat-judul-blog-bergerak.html#ixzz2HGOAa7ZG

Jumat, 05 November 2010

OTONOMI SEKOLAH: PENDIDIKAN BERBASIS KBUDAYAAN BELUM TERWUJUD



Diberikannya otonomi daerah bagi provinsi Papua oleh pemerintah pusat,menjadi tanggungjawab penuh untuk menyusun rumah tangga daerah oleh pemerintah daerah setempat. Termasuk kebijakan otomi sekolah. Otonomi sekolah menjadi kebebasan yang seluas-luasnya bagi pengelola sekolah (keluarga sekolah) yang meliputi kepala sekolah, guru,siswa, masyarakat secara umum untuk membuat sesuatu yang bisa mendukung terciptanya proses belajar mengajar, dan lebih khusus bagaimana selayaknya dicita-citakan oleh bangsa indonesia. Dimana sekolah sebagai tanggungjawab penuh untuk menyusun segala sesuatu yang bisa mendukung dalam perkembangan sekolah ke depan. Dengan tidak melanggar aturan dan ketentuan yang ditetapkan dari pusat, karena setiap pergantian mentri pendidikan pasti ada perubahan kurikulum pendidikan dan perubahan UUD (aturan).
Maka sekolah sebagai basis belajar dari segala aspek mampu melakukan terobosan yang baik sesuai dengan perkembangan pendidikan dewasa ini. Sangat baik untuk dikembangkan dengan adanya kebebasan dalam mengelola manajemen sekolah. Kepala sekolah maupun guru mampu mengembangkan kemampuannya. Dengan kemampuannya yang dimiliki oleh seorang guru dalam mentransfer ilmu pengetahuan, sesuai dengan situasi dan kondisi perkembangan anak didik. Perkembangan pendidikan dunia dewasa ini menjadi kendala bagi setiap daerah. Dengan melihat pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi pemerintah pusat sebagai pengendali kebijakan (sentralisasi) memberikan kewenangan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Pemberian kewenangan (desentralisasi) menjadi kebebasan untuk membuat program pendidikan sekolah. Desentralisasi pendidikan di tingkat satuan pendidikan (sekolah) merupakan satu bentuk desentralisasi yang menuntut otonomi sekolah.
Dengan demikian saya mencoba mengutip beberapa poin penting mengenai otomi sekolah itu sendiri dari berbagai artikel yang dimuat oleh para ahli pendidikan. Beberapa urusan yang secara langsung dapat diserahkan kepada sekolah sebagai perwujudan dari otonomi sekolah adalah sebagai berikut: Pertama, menetapkan visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan  tata tertib sekolah. Urusan ini amat penting sebagai modal dasar yang harus dimiliki sekolah. Setiap sekolah seyogyanya telah dapat  menyusun dan  menetapkan sendiri visi, misi, strategi, tujuan, logo, lagu, dan  tata tertib sekolah. Kedua, memiliki kewenangan dalam penerimaan siswa baru sesuai dengan ruang kelas yang tersedia, fasilitas yang ada, jumlah guru, dan  tenaga administratif yang dimiliki. Berdasarkan sumber daya pendukung yang dimilikinya, sekolah secara bertanggung jawab harus dapat  menentukan sendiri jumlah siswa yang akan diterima, syarat siswa yang akan diterima, dan  persyaratan lain yang terkait. Sudah barang tentu, beberapa ketentuan yang ditetapkan oleh dinas pendidikan kabupaten/kota perlu mendapat kan pertimbangan secara bijak. Ketiga, menetapkan kegiatan intrakurikuler dan  ekstrakurikuler yang akan diadakan dan  dilaksanakan oleh sekolah. Dalam hal ini, dengan mempertimbangkan kepentingan daerah dan  masa depan lulusannya, sekolah perlu diberikan kewenangan untuk melaksanakan kurikulum nasional dengan kemungkinan menambah atau mengurangi muatan kurikulum.
Keempat, pengadaan sarana dan  prasarana pendidikan, termasuk buku pelajaran dapat diberikan kepada sekolah, dengan memperhatikan standar dan  ketentuan yang ada. Misalnya, buku murid tidak seenaknya diganti setiap tahun oleh sekolah, atau buku murid yang akan dibeli oleh sekolah adalah yang telah lulus penilaian, dsb. Pemilihan dan  pengadaan sarana dan  prasarana pendidikan di sekolah dapat  dilaksanakan oleh sekolah, dengan tetap mengacu kepada standar dan  pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat atau Provinsi dan  kabupaten/kota. Kelima, penghapusan barang dan  jasa dapat  dilaksanakan sendiri oleh sekolah, dengan mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah, provinsi, dan  kabupaten. Yang biasa terjadi justru, karena kewenangan penghapusan itu tidak jelas, barang dan  jasa yang ada di sekolah justru tidak pernah dihapuskan, meskipun ternyata barang dan  jasa itu sama sekali telah tidak berfungsi atau malah telah tidak ada barangnya. Keenam, proses pengajaran dan  pembelajaran. Ini merupakan kewenangan profesional sejati yang dimiliki oleh lembaga pendidikan sekolah. Kepala sekolah dan  guru secara bersama?sama merancang proses pengajaran dan  pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan lancar dan  berhasil. Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif dan  menyenangkan direkomendasikan sebagai model pembelajaran yang akan dilaksanakan oleh sekolah.




Pedidikan Berbasis Kebudayaan
Pendidikan berbasis kebudayaan kini terkikis dan semakin terkikis. Pendidikan Negara Indonesi saat ini telah degaradasi (kirisis) nilai-nilai hakiki. Para pemikir pendidikan zaman dulu mengharapakan bangsa Indonesia memiliki integiritas dan moralitas yang mampu mengimbangi (menumbuhkan) kekuatan-kekuatan teknologi. Tetapi keinginan itu dihiraukan oleh pemerintah (menteri pendidikan) sekarang ini. Pendidikan merupakan proses yang mulia untuk menyempurnakan nalar dan budi manusia. Oleh karena itu, pendidikan nasional sekarang ini harus menerapkan pendidikan berbasis kebudayaan.
Melalui pendidikan berbasis kebudayaan, menciptakan pemikir-pemikir kritis yang berlandaskan atau menguasai ilmu pengetahuan dan nilai moral. Pendidikan saat ini terkadang melupakan nilai-nilai moralitas yang menjadi asas kekuatan. “Memang fungsi pendidikan untuk menciptakan orang-orang pintar, tetapi sebenarnya lebih baik lagi jika mampu menciptakan orang-orang yang memiliki krakter” kata Doed Joesoef menteri pendidikan dan kebudayaan republic Indonesia pada era orde baru dalam sarasehan pendidikan dengan bertajuk “konsep pendidikan Indonesia berdaskan budaya serta penerapannya dilingkungan kelurga, sekolah, dan masyarakat” di Jakarta, (Kompas, 1 november 2010). Pendidikan kita mengarah pada system kebuadayaan pasti tidak akan tergoyah dengan kekuatan-kekuatan korporasi global yang mengutamakan kepentingan diri yang notabene dengan kekuatan financial.
Kita patut untuk mengapresiasi pejuang pendidikan, khususnya Ki Hadjar Dewantara, pendidikan utamanya adalah diharapakan bahwa pendidikan mengharapakan kepada anak-anak mengisi kemerdekaan, ketika terlepas dari penjajah belanda. Untuk mengisi kemerdekaan, perluh memiliki kekuatan-kekuatan baru. Kekuatan-kekuatan itu terjadi ketika kita belajar dengan berbasis budaya. Dimana disana diajarkan kekuatan-kekuatan tersebut, sehingga tidak tergoda dengan hal-hal yang bisa menerumuskan diri maupun banyak orang. Pendidikan keluarga juga sangat penting untuk menumbuhkan benih-benih pemimpin yang mengutamakan kebenaran. (Frans/co Administrator)

Tidak ada komentar: