Yogya-Komnews,
Pendidikan di Papua sampai saat ini belum dipahami dengan baik sehingga dalam
proses perkembangan pendidikan dari masuknya orang barat atau misionaris dari
barat sampai sekarang, masuknya orang indonesia di tanah papua masih dalam
ombang-ambing. Dalam artikelnya Longginus Pekei, dengan judul “Pendidikan Unutk
Memahami, Menyikapi dan Menyiasati Hidup” didiskusikan oleh Mahasiswa Papua di
Yogyakarta. Diskusi tentang menyikapi
tulisan bapak Longginus Pekei, ketua lembaga pendidikan papua, oleh mahasiswa
papua yang tergabung dalam kelompok diskusi majalah selangkah pada tanggal 18 (01/2013)
di katin realino Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Hadirnya
pendidikan di papua, masyarakat pada umumnya belum memahami karena para guru
pengembala manusia belum sepenuhnya memberantas masyarakat papua. Proses
pendidikan yang kurang baik menciptakan mansuia manusia yang kurang kompeten
kata Michael Tebai. Selain itu,Proses pendidikan, baik itu guru mendidik anak
didik, mengajarkan apa saja termasuk perajin atau pendidikan non formal yang
kurang mendukung anak dalm perkembangan
anak, membentuk anak, menemukan dirinya sehingga mengembangakan diri menuju
manusia yang seutuhnya”. Ia mengatakan
juga broknya pendidikan di papua dipenguri oleh pemekaran kabupaten
dimana-mana, sehingga para guru tua beralih ke dinas-dinas lain, akibat dari
perpindahan guru tersebut guru-guru Sekolah Dasar mengalami kekosongan,
menyebabkan anak didik terlantar.
Isak
kalka, peserta diskusi mengatakan “cara berpikir orang papua yang masi pendek,
dalm arti ingin menjadi kuli bangunan pemerintah, sehingga tidak mau menjadi
pengusaha, pembisnis dan lainnya. Selain itu pandangan orang tua terhadap
anaknya untuk menjadi PNS, dan juga sekolah-sekolah di papua tidak menjarkan
Kewirausahaan.Akibat dari semua itu menyebabkan anak didik menjadi bermental
kuli bangunan.
Pola
pendidikan yang selama ini yang diterapkan di papua oleh Negara Indonesia
adalah menumbuhkembangakan nasionalisme bangsa inidonesia, sehingga esensi dari
pendidikan itu diabaikan oleh pendidik di papua, kata Engki Maday.
Sedangkan
masalah jual beli ijasah di Papua, Engki mengatakan pemerintah Indonesia
sengaja diabaikan oleh pemerintah Indonesia, pada hal UU SISDIKNAS pasal 68 aya
(1) berbunyi “ setiap orang yang member ijasah, sertifikat kompetensi, gelar
akademik, profesi dan atau vokasi dari suatu pendidikan yang tidak memenuhi
prasyaratan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau
pidana denda paling banyak lima ratus juta rupiah”. Ayat 2 mengatakan: “ setiap
orang yang mengunakan ijasah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi
dan atau vokasi yang diperoleh dari suatu pendidikan yang tidak memenuhi
prasyaratan dipidana dengan pidana paling lama lima tahun dan atau pidana denda
paling banyak lima ratus juta rupiah” sehingga penomen jual beli ijasah terjadi
di papua. Dengan demikian menciptakan manusia papua yang tidak punya kapasitas
yang memadai. Menciptakan manusia meragukan dan lainnya, kata maday.
(Fx.Mabin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar