Oleh
Frnasiskus Kasipmabin*
Salah
Satu Tujuan Bangsa Indonesia Adalah
Mencerdasakan Kehidupan Bangsa
Orang miskin dilarang
sekolah, orang miskin dilarang sakit. Orang koteka dilarang sekolah. Orang yang
tidak punya sepatu dilarang sekolah, orang belum mandi dilarang sekolah. Pintu menuju mencerdaskan kehidupan bangsa di
borgol habis-habisan oleh pemerintah (pihak yang terkait) sendiri. Mereka
mengunci jendela dunia, hanya karena mendapatkan kentungan yang berlimpah
limpah. Mereka hanya menerima anak orang kaya, anak orang kaya diberi kebebasan untuk sekolah agar
menambah kekayaan.
Sekolah- sekolah di bangsa ini
mengkotak-katikan, sehingga anak negeri pemilik
nusantara yang ingin memperoleh pendidikan, yang semestinya seperti orang anak
kaya, ia (anak pemilik negeri) harus memilih sekolah
jenis apa, sekolah model apa, sekolah semegah apa. Dia menimbang-nimbang dalam
kehidupannya, sebagai anak jalanan, sebagai anak miskin, sebagai anak orang
kaya. Sedangkan secara terang-terangan
di kota-kota besar di negeri ini
membangun sekolah bermega bertulisan Sekolah Yayasan Katolik, Sekolah Yayasan
Kristen, Sekolah Yayasan Islam, Sekolah Yaysan Hindu, Sekolah Yayasan Budha,
sekolah Negeri, Sekolah Internasional dan sekolah berlabel lainnya yang
bertebaran di mana-mana. Mana ada bangunan di tengah-tengah hiruk pikuk kota metropolitan yang bertulisan sekolah
rakyat, sekolah orang miskin,
Sekolah Gratis? Jika sekolah tersebut ada di kota metropolitan, maka para
kapitalis imperalisme asing membongkar sekolah tersebut.
Anak orang miskin
memperoleh pendidikan formal di sekolah mana? Jika sekolah Yayasan Katolik hanya
menerima anak katolik, yang orang tuanya adalah agama katolik. Dan mengajarkan
ideologinya di sekolah tersebut. Yayasan
Kristen menerima anak-anak yang berlatar belakang agama Kristen, yang patuh
terhadap ajaran ideologinya. Anak didik yang masuk di sekolah tersebut harus
mengikuti tradisi Kristen. Sekolah Yayasan Isalam apa lagi. Sekolah Yayasan
Islam hanya menerima anak orang islam. Anak tersebut beragama Islam, anak agama
lain tidak diperbolehkan. Yang masuk di sekolah Islam, mereka yang berlatar
belakang agama lain, anak tersebut diharapkan menyesuaikan diri dengan kondisi
sekolah. Sekolah yayasan Hindu, menerima anak didik berlatar belakang agama
Hindu, begitu pun Budha. Sekolah negeri menerima Anak-anak orang Kaya, menerima
anak anak orang pintar, menerima anak yang orang tuannya berjasa di negeri ini. Apalagi sekolah
Internasional. Sekolah tersebut dikhususkan untuk anak-anak politikus bangsa
ini, hanya anak SBY, hanya Anak Aburizal Bakrie, anak Prabowo Subianto dan anak
para pejabat tinggi lainnya.
Tidak hanya sampai di
situ (pengkotak katikan sekolah), didalam kelas pun menjadi tradisi sekolah di bangsa
ini. Didalam kelas mereka (sekolah/para guru) mengelomokan anak didik sesuai
dengan kelas-kelas tertentu. Anak orang kaya dikhususkan dalam satu kelas, anak
orang miskin dikususkan dalam satu kelas. Selain itu orang pintar dikhususkan
dalam satu kelas, anak bodoh dikususkan dalam satu kelas. Sekolah tidak
mengabungkan anak pintar dengan anak kurang pandai. Hal ini merupakan suatu
tradisi yang dibangun oleh sekolah sekolah pada dekade dewasa ini.
Target Milenium
Developmet Goals (MDGS) atau tujuan pembangunan millennium belum mencapai. Meningkatnya
pertumbuhan penduduk di bangsa ini, target MDGS pada tahun 2015 semakin
menjauh. Jika hasil sensus penduduk pada tahun 1971, jumlah penduduk Indonesia
118.367.850 orang, pada tahun 1980 jumlah penduduk Indonesia 146. 776. 473
orang, dan pada tahun 1990 jumlah
penduduk 179.247.783 orang. Sensus penduduk yang terakhir dilakukan pada tahun
2000, jumlah penduduk bangsa Indonesia mencapai
201. 241. 999 orang. Bappenas, BPS dan UNFPA (2005) Memproyeksikan Pada
Tahun pada tahun 2010 mencapai 233.477 juta orang, dan pada tahun 2025 sebanyak
273,219 juta orang.
Jika dicermati dengan
baik meningkatnya jumlah penduduk, maka target MDGS mengenai pemenuhan hak-hak
dasar seperti isu kesejahteraan antara lain memberantas kemiskinan dan
kelaparan, mewujudkan pendidikan dasar, mengurangi kematian anak, meningkatkan
kesehatan ibu, serta memerangi HIV/AIDS dan Malaria. Perluh diketahui bahwa
pada tahun 2000 bersama dengan 1809 negara anggota perserikatan bangsa-bangsa
(PBB), Indonesia menyepakati untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya
melalui Milenium Developmet Golas (MDGs) atau dalam bahasa Indonesia Tujuan Pembangunan
Milenium itu menyepakati delapan (8) tujuan pembangunan yang kemudian dijabarkan
ke dalam 18 indikator target. Masing- masing target mempunyai bebrapa
indikator
sehingga mencapai 59 indikator untuk mencapai tujuan pembangunan millenium.
Salah satu tujuan
pembangunan millenium adalah mencapai pendidikan dasar untuk semua. Tujuan
tersebut dijabarkan ke dalam MDGs, dengan target semua anak dimanapun,
laki-laki dan perempuan untuk menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2015. Pendidikan
dasar mencakup pendidikan di SD dan pendidikan di SMP sesuai dengan ketentuan
yang mengatur tentang wajib belajar 9 tahun. Mengaju pada target tersebut pada
tahun 2015, setipa anak dalam usia (7-15) harus berada pada bangku sekolah dan
setelah umur 15 semua anak haus menamatkan pendidikan dasar. Untuk mencapai target tersebut, harus mencapai
beberapa indikator
menjadi pertimbangan atau dasar anatara lain (1) angka partisipasi murni (APM)
sekolah dasar/Madrasah Ibtidhaiyah (MI) dan APM Sekolah Menengah Pertama (SMP)/
Madrasah Tsanawiyah (MTs). Untuk mereka yang berumur di luar usia pendidikan
dasar indicator yang digunakan adalah
angka melek huruf pendidik usia 15-24 tahun. Indicator ini untuk
menampung mereka yang tidak memperolh akses pendidikan dasar.
Jika pemerintah
menargetkan 2 tujuan pembangunan lain seperti sektor kesehatan dan menurunkan angka
kematian anak, dalam beberapa tahun terakhir ini tidak
(terhitung dari tahun
2008) mencapai titik kesuksesan, maka apa yang terjadi banyak anak Indonesia yang
berumur 7 tahun setelah pada tahun 2015 pun masih banyak yang belum mendapatkan
pendidikan dasar, terutama mendapatkan pendidkan sekolah dasar (SD). Kesehatan
ibu hamil semakin membaik, tingkat kelahiran bayi semakin meningkat, maka
meningkatnya anak umur 7 tahun yang belum mendapatkan pendidikan dasar. Apa
lagi dalam tradisi bangsa ini mengotak atikan sekolah, ditambah dengan belum
direalisasikannya sekolah gratis yang dikampanyekan ole para politikus bangsa
ini. Oleh sebab itu untuk mencapai
target MDGs untuk tujuan pembangunan millennium bidang pendidikan dasar
membutuhkan 7 tahun lagi untuk mencapai tujuan pembangunan millenium. Dan jika peraktek pendidikan yang
diutarakan awal masih tetap dipelihara, maka bangsa ini akan melarat di
negerinya sendiri.
Refrensi: Mita Noveria, 2011,Atikel,
Pertumbuhan Penduduk dan Kesejahteraan, LIPI.
Penulis
Adalah Mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar