Fransiskus
Kasipmabin*
Saya bukan guru! Ya saya bukan
guru!! Maaf jika dalam penulisan saya melenceng dan bertolak belakang dengan
pandangan pendidik (guru). Saya belum pernah mengenal anak didik. Anak didik
seperti apa mereka itu? Mengapa orang mengatakan anak didik? Anak didik dibawa
kemana? Dari mana saya mengenal anak didik itu. Ahh… ini sebuah pertanyaan
konyol. Sebuah proyek Pekerjayaan yang sia-sia. Proyek yang
menghambur-hamburkan uang Negara (masyarakat). Kurikulum berubah karena ada
kebutuhan masyarakat yang mendesak. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi saat ini
dan mendatang. Ini kebutuhan orang dewasa. Kebutuhan yang dipenuhi untuk
melangsungkan kehidupan sosialnya dimana ia berada.
Kurikulum adalah produk-produk yang
dihasilkan oleh bertahun tahun, berabad-abad. produk-produk orang dewasa. Produk
diciptakan dan dibesarkan oleh orang dewasa, pikiran orang dewasa bukan
pengalaman siswa. Kurikulum bukan pengalaman siswa. Mereka ingin mengamankan kekuasaan,
mengamankan dana, mengaman citra dan lainnya.
Dunia anak anak dibeli oleh
pemerintah. Dipotong potong,habis di iris-iris oleh pemerintah, kemudian mereka
menjualnya kepada anak didik. Kotak-kotak pemisah yang dibuat menjadi tajam,
menjadi jarak antara realita anak dan teori. Seolah-olah kemerdekaan anak sudah
di penjarakan oleh pemerintah sendiri. Ruang gerak siswa dimatikan. Pengalaman
siswa diborgol habis-habisan.
Pengalaman siswa dan mata pelajaran
yang di susun menimbulkan kontradiski-kontradiksi yang mengarah pada pengalaman
hidup yang bertolak belakang. Mata pelajaran yang disusun dengan pengalaman
orang dewasa dan teori-teori yang dibangun berabad-abad tahun. Pengalaman orang
dewasa tersebut dibukukan dan diajarkan kepada siswa yang mereka adalah dunia
baru, dunia saat ini. Sebuah pengalaman yang ditimbulkan dengan latar belakang
dunia yang berebeda.
Kontradiksi-kontradiksi antara dunia
teori dan dunia pengalaman anak. Teori itupun dibangun atas dasar pengalaman
masa lalu, masa orang dewasa. Namun kehidupan dunia saat ini berbeda dengan
dunia masa lalu. Kontradksi –kontradiksi antara dunia orang dewasa dengan dunia
anak didik. Lantas haruskah kurikulum memaksakan dunia anak saat ini masuk ke
dalam dunia orang dewasa pada masa silam? Dunia masa lalu yang mereka belum
mengenal pengalaman hidup mereka, aksi-aksi konkrit yang mereka bangun belum
dilihat, merasakan, merabah, mengalami anak saat ini?
Dalam teori kurikulum (Anita Lie, 2012) keberhasilan suatu
kurikulum merupakan proses panjang, mulai dari kristalisasi berbagai gagasan
dan konsep ideal tentang pendidikan, perumusan desain kurikulum, persiapan
pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana, tata kelola
pelaksanaan kurikulum --termasuk pembelajaran-- dan penilaian pembelajaran dan
kurikulum.
Uji public kurikulum 2013 menuai pro dan kontra oleh
berbagai pihak. Persiapan apa yang dilakukan oleh kementrian untuk implementasi
kurikulum 2013? Dari mana harus dimulai dan kemana harus di tuju? Apakah yang
mendesak sehingga pada tahun ajaran baru bulan juni juli tahun 2013 harus
ditetapkan? Agar dipahami oleh para
pendidik pemerintah melakukan berbagai upaya, diantaranya.
Pertama, Pemerintah bertekad untuk menyiapkan buku induk
untuk pegangan guru dan murid, yang tentu saja dua buku itu berbeda konten satu
dengan lainnya.
Kedua, pelatihan guru. Karena implementasi kurikulum
dilakukan secara bertahap, maka pelatihan kepada guru pun dilakukan bertahap.
Jika implementasi dimulai untuk kelas satu, empat di jenjang SD dan kelas tujuh,
di SMP, serta kelas sepuluh di SMA/SMK, tentu guru yang diikutkan dalam
pelatihan pun, berkisar antara 400 sampai 500 ribuan.
Ketiga, tata kelola. Kementerian
sudah pula mnemikirkan terhadap tata kelola di tingkat satuan pendidikan.
Karena tata kelola dengan kurikulum 2013 pun akan berubah. Sebagai misal,
administrasi buku raport. Tentu karena empat standar dalam kurikulum 2013
mengalami perubahan, maka buku raport pun harus berubah
Guru
sangat penting untuk memahami kurikulum dengan siswa. Kurikulum adalah sebuah
peta yang dilaui oleh siswa. Guru hanya melihat, mendorong siswa agar tidak
melenceng dari arah perjalanan anak didik. Misalnya anak didik sekarang berada
di papua dan hendak mau ke Jakarta. Siswa berpkir bahwa saya ke Jakarta dengan
apa? Dengan siapa saya harus ke sana? Dari mana saya harus mulai berangkat?
Guru hanya petujuk yang setia mendampingi siswa untuk berangkat ke Jakarta.
Dengan
demikian kurikulum berkata kepada guru: “ Beginilah kemampuan, pemenuhan,
kebenaran dan kehindaan dan perilaku yang teruka bagi anak-anak. Sekarang
awasilah agar hari demi hari kondisi-kondisi yang ada sedemikian rupa sehingga
kegiatan kegiatan anak anak sendiri lebih mengarah ke sini, menuju puncak dalam
diri mereka sendiri. Biarkan sifat alamih anak memenuhi takdirnya sendiri, yang
terungkap bagimu di dunia dalam bentuk ilmu atau seni atau kesibukan apapun
yang sekarang menjadi milik umat manusia”
Lantas
kekuatan kekuatan, potensi-potensi anak saat ini harus diangkat. Pengalaman
anak saat ini harus dijadikan sebuah pembelajaran, dilatih, sikap-sikap saat
ini diujudkan. Dengan demikian sang guru benar benar tau tentang anak Indonesia
Papuani saat ini, guru jangan jerjebak dalam kurikulum, kurikulum hanya sebuah
jalan. Ekspresi umat manusi yang termuat dalam benda sakral adalah kurikulum.
Guru guru dengan bijak melihat, latar belakang, potensi kurikulum, tujuan
kurikulum, jika guru tidak tau apa-apa tentang kehidupan anak dan tuntutan anak
saat ini maka biaralah kurikulum mengendalikan umat manusia, kurikulum mengendalikan
anak Indonesia saat ini, sehingga menciptakan manusia robot. Ia juga harus
memahami dan menyiasati dan melaksanakan dalam kenyataan kenyataan, terlatih
dan dapat diwujudkan.
Mahasiswa Papua, Kuliah Di Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar