berita

Source: http://www.amronbadriza.com/2012/07/cara-membuat-judul-blog-bergerak.html#ixzz2HGOAa7ZG

Rabu, 03 April 2013

PENGELOLAAN PENDIDIKAN DASAR SEBAGAI PILAR UTAMA PEMBANGUNAN MASA DEPAN PAPUA



Fransiskus Kasipmabin*

Tuntutan perkembangan saman dan berkembangnya perkembangan tekonologi informasi dewasa ini, dituntut untuk setiap bangsa menyiapkan diri di berbagai bidang. Dengan menyiapkan di segala bidang, secara langsung bangsa tersebut menerima dan memproduksi teknologi informasi, ekonomi, dan berbagai bidang lainnya yang mendorong pertumbuhan ekonomi, mensejahterakan rakyatnya. Setiap bangsa menerima tantangan sebagai konsekwensi dari perkembangan dunia pasar bebas lebih khusus di kawasan Asia Tengarah dan Pasifik. Tidak ada batas wilayah antar Negara, tidak ada pulau yang membatasi satu Negara dengan Negara lain merupakan suatau batasan dari sebuah perkembangan globalisasi. Masuknya perkembangan glogalisasi di suatu wilayah bisa membantu masyarakat setempat untuk mengenal dunia (wilayah) lain, mempercepat komunikasi dengan bangsa lain, melakukan interasksi social dengan bangsa lain. Selain itu, disisi lain, jika masyarakat belum siap menghadapi perkembangan globalisasi pada abad ini, maka bersiaplah untuk terjerumus dalam dunia ini. Berbagai tawaran yang diberikan baik itu positif maupun negative yang menyebabkan masyarakat terjebak dalam dinamika perkembangan zaman.

Dalam sektor pendidikan, terutama reformasi di bidang pendidikan dasar merupakan wujud pemerintah Indonesia dalam rangka meminimalisir kesenjangan di segala bidang. Untuk meminimalisir tantangan pasar bebas tersebut, bangsa Indonesia melakukan upaya penguatan pemberian kewenangan ke daerah untuk mengatur sector pendidikan. Desentralisasi pendidikan yang diataur dalam ketetapan MPR RI No. XV/MPR/1998. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, daerah sepenuhnya menyiapkan pendidikan dasar, penguatan kapasitas sekolah, pemberdayan guru melalui trening-trening yang relevan guna menyiapkan anak bangsa menghadapi segala tantangan globalisasi. Perbaikan demi perbaikan di bidang pendidikan adalah hal mendasar yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah demi mewujutkan tujuan pendidikan nasional.

Bank dunia (1998) melaporkan beberapa kendala institusional dalam pembangunan pendidikan dasar di indonesia, anatara lain sebagai berikut, Pertama, sangat rumit dan kurang terkoordinasi anatara lembaga-lembaga pemerintah yang menangaini pendidikan dasar (SD/MI dan SLTP) yaitu Depdiknas, Depdagri dan Depag. Depdiknas mempunyai tugas materi pendidkan dan mutu teknis seperti kurikulum, ujian nasional sertifikasi dan kualifikasi guru dan lainnya. Depdakgri mempunya tugas ketenagaan, sarana dan para sarana, pembenahaan gedung dan lainnya. Sedangkan departemen agama bertugas sekolah sekolah keagamaan yang berstatus negeri maupun swasta. Kedua,pengelolaan SLTP masih di interpensi oleh pusat. Terutama biaya operasional dan pengembanngan sekolah.Ketiga,anggaran pendidikan nasional dikelola secara kakau dan kotak-kotak. Keempat, manajemen pada tingkat sekolah yang tidak efektif,(2001/Dr.Fasli Jalal, dan kawan-kawanya/Pokja Desentralisasi Pendidikan Dasar).
Secara umum tujuan desentralisasi adalah untuk (1) mengurangi beban pemerintah pusat dan campurtangan tentang masalah masalah kecil di tingkat local (2) meningkatkan penertian rakyat serta dukngannya, (3) menyusun program program perbaikan, (4) melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri, dan (5) membina kesatuan nasional (Emil J. sady, 1978).
Dari tujuan tersebut di atas, pertanyaanya adalah apakah kemudian pemerintah pusat seluas-luasnya menyerahkan kepada daerah terutama di bidang pendidikan dasar? Ataukah masih ada campurtangan dari pemerintah pusat khususnya bagi provinsi papua? Lalu apakah pendidikan dasar di Papua secara penuh diimplementasikan sesuai dengan amanah tersebut? Ataukah manusia manusia yang menterjemahkan desentralisasi pendidikan dasar di papua belum disiapkan? lalu kemudian selama ini pemerintah kabupaten/kota ke mana saja? Pertanyaan pertanyaan refleksi tersebut menjadi tantangan dan sekaligus harapan bagi pemangku kepentinggan di bidang pendidikan dasar untuk mengambil langkah yang kongkrit demi tercapainnya tujuan pendidikan nasional.
Amanah tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, maka harapan akan perubahan di bidang pendidikan dasar (SD/SMP) yang maju bersaing dengan daerah lain di Indonesia tidak ada. Hanya harapan dan harapan, studi banding dan studi banding di sekolah sekolah maju di tanah Jawa. Dengan demikian apa yang suda diterima pada saat studi banding keluar papua tersebut sia sia karena uang dihabiskan pada saat studi banding. Secara keseluruhan pengawasan pendidikan dasar saat ini masi ada campur tangan dari pemerintah pusat. Misalkan saja penetapan nilai kelulusan ujian akhir sekolah masi interpensi dari pusat.
Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan dasar, maka dilakukan kebijakan khusus yang dilakukan oleh pemimpin sekolah (kepala sekolah), kepala dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten, serta masyarkat setempat (mendukung dana) untuk mendorong sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) untuk bersing dalam dunia pendidikan. Kebijakan khusus yang diambil oleh pihak sekolah seperti para guru mendapatkan kompentesi serfikasi guru, mata pelajaran yang tidak mendukung anak didik dihilangkan (dihapus), menambah mata pelajaran sejarah Papua (membangkitkan dan menanamkan nasionalisme Bangsa Papua), mata pelajaran Bahasa Daerah untuk meningkatkan kompetensi diri dan kesadaran kritis dalam dinamika kehidupan social masyarakat setempat.
Implementasi dari Desentralisasi pendidikan dasar di tanah papua adalah harapan anak negeri saat ini. Jika memandang ke depan apa yang harus menanam dan kelak seperti apa hasil yang kita menuai adalah harapan kita semua. Setiap sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) di papua, tidak memberikan pekerjaan rumah (PR), tiadakan ujian sekolah, tiadakan ujian Nasional, tiadakan ulangan umum di sekolah baik sekolah dasar dan maupun sekolah menengah pertama. Di sekolah memperbanyak buku bacaan anak-anak, memperbanyak buku gambar-mengambar, memperbanyak buku-buku cerita pendek, mengajarkan atau menceritakan dongeng kepada anak didik, diwajibkan sehari setiap anak didik membaca cerita pendek.
Jika sekolah atau pendidik mewajibkan sehari setiap anak didik membaca buku cerita pendek yang sama, maka bayangkan berapa banyak buku yang dibaca oleh peserta didik dalam satu minggu. Misalkan satu kelas 30 siswa, dalam seminggu mereka masing masing siswa menghabiskan  enam buku cerita dan 180 buku cerita yang dihabiskan. Maka sebulan mereka menghabiskan buku sebanyak 720 buku. Sekolah mewajibkan siswa kelas 2 sampai kelas 6 SD harus dibaca maka satu bulan meraka menghabiskan 3 600 (tiga ribu enam ratus) buku yang dihabiskan.  Dengan demikian bangsa Indonesia memproduksi buku cerita pendek anak-anak dalam satu bulan 3 600 buku (khusus untuk satu sekolah). Bayangkan seberapa banyak sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah Pertama (SMP) di Indonesia, maka kalikan saja dengan 3 600 buku, berapa juta buku yang diproduksi oleh bangsa Indonesia selama sebulan.
Pendidikan dasar mewajibkan para pendidik (guru) yang berlatar belakang profesi di bidang pendidik yang dikualifikasi dengan sertifikasi guru. Para pendidik diwajibkan bergelar Master (S2) dan Doktor (S3) di bidang pendidikan dan harapannya mengajar di sekolah Dasar (SD) dan atau Sekolah menengah Pertama (SMP). Satu mata pelajaran diajarkan oleh seorang doctor atau master pendidikan. Mereka mengajarkan dengan berbagai metode. Mereka mendidik sampai lulus pendidikan dasar. Untuk mengukur kopetensi siswa dalam menguasai suatu mata pelajaran  hanya dengan membaca, diskusi dan Tanya jawab antara pendidik dengan anak didik, tidak perlu mendakan Ujian sekolah, Ujian kenaikan kelas, mengetes siswa, tugas pekerjaan Rumah dan bentuk bentuk lainnya. Model model pendidikan semacam ini yang perluh dipikirkan oleh pemerintah daerah lebih khusus dinas terkait untuk menunjang perkembangan pendidikan dewasa ini.
Penulis Adalah Mahasiswa Papua, Kuliah Di Yogyakarta
     


Tidak ada komentar: