Fransiskus
Kasipmabin*
Tuntutan
perkembangan saman dan berkembangnya perkembangan tekonologi informasi dewasa
ini, dituntut untuk setiap bangsa menyiapkan diri di berbagai bidang. Dengan menyiapkan
di segala bidang, secara langsung bangsa tersebut menerima dan memproduksi teknologi
informasi, ekonomi, dan berbagai bidang lainnya yang mendorong pertumbuhan
ekonomi, mensejahterakan rakyatnya. Setiap bangsa menerima tantangan sebagai
konsekwensi dari perkembangan dunia pasar bebas lebih khusus di kawasan Asia
Tengarah dan Pasifik. Tidak ada batas wilayah antar Negara, tidak ada pulau
yang membatasi satu Negara dengan Negara lain merupakan suatau batasan dari
sebuah perkembangan globalisasi. Masuknya perkembangan glogalisasi di suatu
wilayah bisa membantu masyarakat setempat untuk mengenal dunia (wilayah) lain,
mempercepat komunikasi dengan bangsa lain, melakukan interasksi social dengan
bangsa lain. Selain itu, disisi lain, jika masyarakat belum siap menghadapi
perkembangan globalisasi pada abad ini, maka bersiaplah untuk terjerumus dalam
dunia ini. Berbagai tawaran yang diberikan baik itu positif maupun negative
yang menyebabkan masyarakat terjebak dalam dinamika perkembangan zaman.
Dalam
sektor pendidikan, terutama reformasi di bidang pendidikan dasar merupakan
wujud pemerintah Indonesia dalam rangka meminimalisir kesenjangan di segala
bidang. Untuk meminimalisir tantangan pasar bebas tersebut, bangsa Indonesia
melakukan upaya penguatan pemberian kewenangan ke daerah untuk mengatur sector
pendidikan. Desentralisasi pendidikan yang diataur dalam ketetapan MPR RI No.
XV/MPR/1998. Dengan diberikannya kewenangan tersebut, daerah sepenuhnya
menyiapkan pendidikan dasar, penguatan kapasitas sekolah, pemberdayan guru
melalui trening-trening yang relevan guna menyiapkan anak bangsa menghadapi
segala tantangan globalisasi. Perbaikan demi perbaikan di bidang pendidikan
adalah hal mendasar yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah demi mewujutkan
tujuan pendidikan nasional.
Bank
dunia (1998) melaporkan beberapa kendala institusional dalam pembangunan
pendidikan dasar di indonesia, anatara lain sebagai berikut, Pertama,
sangat rumit dan kurang terkoordinasi anatara lembaga-lembaga pemerintah yang
menangaini pendidikan dasar (SD/MI dan SLTP) yaitu Depdiknas, Depdagri dan
Depag. Depdiknas mempunyai tugas materi pendidkan dan mutu teknis seperti
kurikulum, ujian nasional sertifikasi dan kualifikasi guru dan lainnya.
Depdakgri mempunya tugas ketenagaan, sarana dan para sarana, pembenahaan gedung
dan lainnya. Sedangkan departemen agama bertugas sekolah sekolah keagamaan yang
berstatus negeri maupun swasta. Kedua,pengelolaan SLTP masih di
interpensi oleh pusat. Terutama biaya operasional dan pengembanngan sekolah.Ketiga,anggaran
pendidikan nasional dikelola secara kakau dan kotak-kotak. Keempat, manajemen pada
tingkat sekolah yang tidak efektif,(2001/Dr.Fasli Jalal, dan kawan-kawanya/Pokja
Desentralisasi Pendidikan Dasar).
Secara
umum tujuan desentralisasi adalah untuk (1) mengurangi beban pemerintah pusat
dan campurtangan tentang masalah masalah kecil di tingkat local (2)
meningkatkan penertian rakyat serta dukngannya, (3) menyusun program program
perbaikan, (4) melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri, dan (5)
membina kesatuan nasional (Emil J. sady, 1978).
Dari
tujuan tersebut di atas, pertanyaanya adalah apakah kemudian pemerintah pusat
seluas-luasnya menyerahkan kepada daerah terutama di bidang pendidikan dasar?
Ataukah masih ada campurtangan dari pemerintah pusat khususnya bagi provinsi
papua? Lalu apakah pendidikan dasar di Papua secara penuh diimplementasikan
sesuai dengan amanah tersebut? Ataukah manusia manusia yang menterjemahkan
desentralisasi pendidikan dasar di papua belum disiapkan? lalu kemudian selama
ini pemerintah kabupaten/kota ke mana saja? Pertanyaan pertanyaan refleksi
tersebut menjadi tantangan dan sekaligus harapan bagi pemangku kepentinggan di
bidang pendidikan dasar untuk mengambil langkah yang kongkrit demi tercapainnya
tujuan pendidikan nasional.
Amanah
tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik, maka harapan akan perubahan di bidang
pendidikan dasar (SD/SMP) yang maju bersaing dengan daerah lain di Indonesia tidak
ada. Hanya harapan dan harapan, studi banding dan studi banding di sekolah
sekolah maju di tanah Jawa. Dengan demikian apa yang suda diterima pada saat
studi banding keluar papua tersebut sia sia karena uang dihabiskan pada saat
studi banding. Secara keseluruhan pengawasan pendidikan dasar saat ini masi ada
campur tangan dari pemerintah pusat. Misalkan saja penetapan nilai kelulusan
ujian akhir sekolah masi interpensi dari pusat.
Dalam
rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan dasar, maka dilakukan
kebijakan khusus yang dilakukan oleh pemimpin sekolah (kepala sekolah), kepala
dinas pendidikan dan kebudayaan kabupaten, serta masyarkat setempat (mendukung
dana) untuk mendorong sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) untuk
bersing dalam dunia pendidikan. Kebijakan khusus yang diambil oleh pihak
sekolah seperti para guru mendapatkan kompentesi serfikasi guru, mata pelajaran
yang tidak mendukung anak didik dihilangkan (dihapus), menambah mata pelajaran
sejarah Papua (membangkitkan dan menanamkan nasionalisme Bangsa Papua), mata
pelajaran Bahasa Daerah untuk meningkatkan kompetensi diri dan kesadaran kritis
dalam dinamika kehidupan social masyarakat setempat.
Implementasi
dari Desentralisasi pendidikan dasar di tanah papua adalah harapan anak negeri
saat ini. Jika memandang ke depan apa yang harus menanam dan kelak seperti apa
hasil yang kita menuai adalah harapan kita semua. Setiap sekolah dasar (SD) dan
sekolah menengah pertama (SMP) di papua, tidak memberikan pekerjaan rumah (PR),
tiadakan ujian sekolah, tiadakan ujian Nasional, tiadakan ulangan umum di
sekolah baik sekolah dasar dan maupun sekolah menengah pertama. Di sekolah
memperbanyak buku bacaan anak-anak, memperbanyak buku gambar-mengambar, memperbanyak
buku-buku cerita pendek, mengajarkan atau menceritakan dongeng kepada anak
didik, diwajibkan sehari setiap anak didik membaca cerita pendek.
Jika
sekolah atau pendidik mewajibkan sehari setiap anak didik membaca buku cerita
pendek yang sama, maka bayangkan berapa banyak buku yang dibaca oleh peserta
didik dalam satu minggu. Misalkan satu kelas 30 siswa, dalam seminggu mereka masing
masing siswa menghabiskan enam buku
cerita dan 180 buku cerita yang dihabiskan. Maka sebulan mereka menghabiskan
buku sebanyak 720 buku. Sekolah mewajibkan siswa kelas 2 sampai kelas 6 SD harus
dibaca maka satu bulan meraka menghabiskan 3 600 (tiga ribu enam ratus) buku
yang dihabiskan. Dengan demikian bangsa Indonesia
memproduksi buku cerita pendek anak-anak dalam satu bulan 3 600 buku (khusus
untuk satu sekolah). Bayangkan seberapa banyak sekolah dasar (SD) dan sekolah
menengah Pertama (SMP) di Indonesia, maka kalikan saja dengan 3 600 buku,
berapa juta buku yang diproduksi oleh bangsa Indonesia selama sebulan.
Pendidikan
dasar mewajibkan para pendidik (guru) yang berlatar belakang profesi di bidang
pendidik yang dikualifikasi dengan sertifikasi guru. Para pendidik diwajibkan
bergelar Master (S2) dan Doktor (S3) di bidang pendidikan dan harapannya
mengajar di sekolah Dasar (SD) dan atau Sekolah menengah Pertama (SMP). Satu
mata pelajaran diajarkan oleh seorang doctor atau master pendidikan. Mereka
mengajarkan dengan berbagai metode. Mereka mendidik sampai lulus pendidikan
dasar. Untuk mengukur kopetensi siswa dalam menguasai suatu mata pelajaran hanya dengan membaca, diskusi dan Tanya jawab
antara pendidik dengan anak didik, tidak perlu mendakan Ujian sekolah, Ujian
kenaikan kelas, mengetes siswa, tugas pekerjaan Rumah dan bentuk bentuk
lainnya. Model model pendidikan semacam ini yang perluh dipikirkan oleh
pemerintah daerah lebih khusus dinas terkait untuk menunjang perkembangan
pendidikan dewasa ini.
Penulis Adalah
Mahasiswa Papua, Kuliah Di Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar