berita

Source: http://www.amronbadriza.com/2012/07/cara-membuat-judul-blog-bergerak.html#ixzz2HGOAa7ZG

Senin, 04 Oktober 2010

HARGA BARANG MELEBIHI “PEGUNUNGAN APLIM –APOM”

Tidak ada Campur Tangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang

Sejalan dengan perkembangan pembangunan di kabupaten Pegunungan Bintang dalam berbagai bidang, masyarakat diharapkan mampu memaknai di berbagai segi. Masyarakat menyadari bahwa semua segi yang sedang dijalankan dan akan terjadi itu semua sangat baik apa adannya. Kebanyakan masyarakat berpikir bahwa melihat pembangunan fisik merupakan hal yang luar biasa dan dikatakan sangat maju dari ketertinggalan. Tetapi dibalik itu, masyarakat tidak menyadari bahwa pembangunan itu siapakah yang akan merawat, memperbaiki,dan akan menduduki sebagai anak daerah. Pembangunan dalam bidang fisik di pegunungan bintang sangat kelihatan, tetapi dalam bidang ekonomi terutama pemerintah menetukan harga barang sangat lamban. Pada akhir-akhir ini harga barang pasar di Oksibil sangat tinggi, apa lagi di kampong-kampong lain melebihi harga standar.
Pada hari minggu sore sekitar pukul 3.15 waktu Yogyakarta, ketika administrator wesite KOMAPO menghubungi salah satu warga di balusu, Oksibil kabupaten Pegunungan Bintang menyangkut kestabilan harga barang serta perkembangan ekonomi mikro di daerah Ia mengatakan bahwa “ harga barang di sisni (oksibil) sangat mahal. Harga barang yang sangat mahal berawal ketika terbentuknya kabupaten hingga sampai sekarang ini harganya sangat tinggi. Misalnya harga beras kotor di jayapura 4000/ kg kalo harga disini (oksibil) Rp 20.000/ kg sedangkan beras bersi di jayapura Rp 8000 kalo di oksibil 25.000, sehingga masyarakat disini mengeluh untuk membeli beras. Untungnya ada petatas (boneng) jadi, kami beli untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Barang-barang sekecilpun sama harganya naik misalnya supermi di jayapura 1000 di oksibil Rp 3000 kalo di kampong-kampung sekitar Rp 5000-an, harga ayam kulkas di jayapura Rp 20 000-an di oksibil sebesar Rp 60 000-an ke atas tergatung besar kecilnya ayam es” ucapnya Elias. Mengapa para pedagang menaikan harga barang? salah satu alasan utama para pedagang mengucapkan adalah karena harga timbang atau harga pesawat juga mahal untuk mengangkut barang dari jayapura ke oksibil. Untuk mengangkut barang hanya transportasi udara saja jadi harga timbang naik. Harga timbang jayapura –Oksibil kalo dulu Rp 23 000/kg kalo sekarang tidak tau, sehingga kemungkinan besar mereka menaikan harga barang” tutur elias kasipmabin.
Ditanyakan menyangkut pedagang-pedagang lokal yang menjual sayur-sayuran dan berupa umbi-umbian ia mengatakan “ harga barang lokal juga sama, mama-mama yang jual sayur dengan harga Rp 5000 -10,000/ ikat (bungkus) sayur topinong, sayur gol Rp 15.000-20.000-an/buah sedangkan petatas Rp 10.000/kg (tumpuk) yang terdiri dari 3-4 buah saja. Untuk menentukan harga tergantung besarnya jumlah ubi yang ditumpuk. Alasan utama mama-mama pedagang lokal yang menjual sayur dan boneng adalah karena kami tidak membeli garam satu bungkuspun dengan harga Rp 5000 karena harga garam sekitar Rp 6000-an keatas makanya kami menentukan harga demikian. Selain itu mama yang bawa dari kampong-kampong memiliki medan yang jauh sehingga meraka menaikan harga”tambah lagi.
Wao..lalu posisi pemerintah daerah di mana? Lalu apa langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk menanggulangi hal ini? Ia mengatakan “tidak lain adalah pemerintah membantu masyarakat untuk mengirim barang dari daerah lain di Indonesia untuk menambah stok di pegunungan bintang. Dan selain menambah barang, pemerintah perluh mengamil langkah untuk mengurangi harga pasar. Sehingga masyarakat di pegunungan bintang bisa menghidupi kebutuhan sehari-harinya. Pemerintah daerah melindungi para konsumen di pegunungan bintang, juga perlu melindungi produsen atau para pedagang yang mengirim barang dari jayapura atau kelak nanti dari merauke. Dengan cara menetapkan harga pasar sesuai dengan kondisi dan lingkungan sekitarnya”. Katanya. (Frans).

Tidak ada komentar: